Wisatawan di seluruh dunia dan terutama di Eropa mendukung perjalanan yang lebih ramah lingkungan, tetapi mereka cenderung untuk enggan menanggung biaya tambahan, menurut survei terhadap 5.000 orang oleh asosiasi kendaraan bermotor ADAC yang dirilis bulan ini.
Di Jerman, kekuatan ekonomi Uni Eropa, misalnya, sebanyak 24 persen wisatawan percaya keberlanjutan ekologis merupakan kriteria penting saat memesan paket liburan. Namun, hanya 5-10 persen yang bersedia membayar biaya tambahan untuk tujuan keberlanjutan.
"Masalahnya adalah orang tidak ingin membayar lebih untuk keberlanjutan," kata Kepala Riset dan Strategi Produk di perusahaan riset perjalanan Phocuswright Charuta Fadnis sebagaimana dilansir Reuters, Selasa.
Hal itu membuat industri pariwisata mempertanyakan bagaimana menjadi lebih hijau karena menghadapi margin yang tipis dan pemulihan pasca-pandemi masih terhambat oleh pembatasan perjalanan global, seperti lambatnya pengembalian visa yang tersedia untuk turis China.
Pengimbangan karbon telah tersedia di pasar selama bertahun-tahun, dengan banyak maskapai menawarkan program investasi sukarela. Tetapi penyerapannya terbatas dan ada pertanyaan tentang seberapa efektif sebenarnya penyeimbangan itu.
Baca juga: Sandiaga sebut peran penting sektor pariwisata wujudkan ekonomi hijau
Direktur Keberlanjutan untuk maskapai penerbangan murah Irlandia Ryanair Thomas Fowler mengatakan kepada Reuters awal tahun ini, bahwa hanya sedikit yang bersedia membayar beberapa euro yang diperlukan untuk ikut serta dalam program penggantian kerugian karbon.
"Kurang dari 3 persen pelanggan kami yang menggunakannya," katanya.
Maskapai andalan Jerman Lufthansa pada Februari juga mulai menawarkan "tarif hijau" yang lebih mahal pada beberapa penerbangan, untuk mengimbangi beban terhadap iklim sebesar 20 persen melalui penggunaan bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF), dan 80 persen melalui pembiayaan proyek perlindungan iklim.
Tarif hijau itu terintegrasi ke dalam harga, tidak seperti biaya opt-in Lufthansa yang ada, tetapi menurut perusahaan, respons penumpang sangat rendah yakni 0,1 persen. Uji coba untuk penawaran terintegrasi baru di Skandinavia menunjukkan tingkat penyerapan yang juga rendah tapi setidaknya lebih baik yakni sebesar 2 persen.
Menurut Charuta Fadnis, generasi muda lebih berkomitmen pada keberlanjutan, tetapi tanpa keinginan untuk membayar lebih, sehingga bisnis harus menjadi lebih kreatif.
Beberapa operator perjalanan bersikeras bahwa pariwisata ramah iklim tidak perlu merugikan dunia dan terkadang bahkan bisa menjadi pilihan yang lebih murah.
Baca juga: PLN terangi objek wisata dengan energi bersih, dukung pariwisata hijau
Baca juga: ISED luncurkan panduan 10 langkah kembangkan Desa Wisata Hijau
Baca juga: Ajang Green Force Run 2023 ikut promosikan Surabaya Sport Tourism
Pewarta: Siti Zulaikha
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2023