Indonesia sangat memahami bahwa setiap kebutuhan pendanaan iklim membutuhkan sebuah kerangka kerja yang dapat dijadikan rujukan bagi seluruh pihak. Oleh karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Indonesia telah menyusun dokumen taksonomi hijau sebagai dasar pedoman investasi hijau.
Taksonomi hijau tersebut dapat menjadi tolak ukur bagi negara lainnya sebagai bagian dari aksi konkrit untuk menurunkan emisi. Taksonomi hijau Indonesia ini juga sejalan dengan The ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance (ATSF) Versi 2 yang telah diluncurkan pada bulan Maret 2023.
Baca juga: Sri Mulyani nilai ASEAN Taxonomy beri kepastian bagi sektor keuangan
Ia menjelaskan ATSF Versi 2 dapat mengakomodasi kebutuhan asesmen yang lebih menyeluruh terkait “bagaimana dan dimana” kontribusi program penghentian batu bara untuk ditempatkan sebagai upaya dekarbonisasi dalam mendukung Perjanjian Paris.
Pemerintah Indonesia terus berupaya memenuhi komitmen aksi perubahan iklim. Dalam hal ini, pemerintah menjalankan komitmennya dengan mekanisme pasar maupun non mekanisme pasar.
“Indonesia telah mengeluarkan kebijakan fiskal untuk mendukung aksi perubahan iklim," tuturnya.
Kebijakan tersebut seperti memberikan insentif pajak, tax holiday, dan penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) serta bea masuk untuk aksi yang terkait sektor energi terbarukan dan penghentian batu bara.
Baca juga: Menkeu lihat situasi pasar sebelum terbitkan obligasi hijau di 2023
Sri Mulyani menyampaikan aktivitas yang menghasilkan emisi merupakan isu lintas batas, sehingga implementasi untuk pasar karbon memiliki kompleksitas tersendiri di antaranya terkait yurisdiksi, klaim, dan pihak negara yang berhak mendapatkan penerimaan.
Indonesia menyambut baik dukungan internasional berupa dukungan teknis, pinjaman, maupun hibah dalam pengembangannya.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023