• Beranda
  • Berita
  • Dolar melemah di Asia, tapi masih incar kenaikan mingguan ketiga

Dolar melemah di Asia, tapi masih incar kenaikan mingguan ketiga

26 Mei 2023 16:04 WIB
Dolar melemah di Asia, tapi masih incar kenaikan mingguan ketiga
Arsip foto - Gambar ilustrasi uang kertas dolar AS, Franc Swiss, pound Inggris dan Euro, diambil di Warsawa 26 Januari 2011. ANTARA/REUTERS/Kacper Pempel/pri. (ANTARA/REUTERS/Kacper Pempel)
Dolar melemah di perdagangan Asia pada Jumat sore, tetapi tetap mendekati level tertinggi dua bulan terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya, didukung oleh ekspektasi bahwa suku bunga AS dapat tetap lebih tinggi lebih lama.

Negosiasi plafon utang antara Presiden AS Joe Biden dan anggota kongres utama Republik Kevin McCarthy juga terus membayangi suasana pasar, meskipun berita bahwa keduanya mendekati kesepakatan membantu sentimen investor dan menyebabkan greenback menghentikan reli baru-baru ini.

Dolar menjauh dari tertinggi enam bulan terhadap yen di perdagangan Asia dan terakhir berdiri di 139,77 yen, setelah mencapai 140,23 yen di sesi sebelumnya, tertinggi sejak November.

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap sekeranjang enam mata uang utama lainnya, tergelincir 0,13 persen menjadi 104,09, jauh dari tertinggi dua bulan pada Kamis (25/5/2023) di 104,31.

Namun demikian, indeks berada di jalur untuk kenaikan mingguan ketiga berturut-turut lebih dari 0,8 persen, karena para pedagang meningkatkan ekspektasi mereka tentang berapa banyak kenaikan suku bunga lebih lanjut di Amerika Serikat.

"Pergerakan mata uang baru-baru ini terutama didorong oleh repricing tajam kebijakan FOMC," kata Carol Kong, ahli strategi mata uang di Commonwealth Bank of Australia (CBA).

Pasar uang sekarang memperkirakan peluang 40 persen bahwa Federal Reserve akan memberikan kenaikan suku bunga 25 basis poin lagi pada pertemuan kebijakan bulan depan, sementara ekspektasi bahwa Fed akan mulai memangkas suku bunga akhir tahun ini telah dikurangi.

Data yang dirilis pada Kamis (25/5/2023) menunjukkan bahwa jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran meningkat minggu lalu menjadi 229.000, lebih rendah dari ekspektasi.

Pound Inggris dan euro berjuang untuk menutup kerugian mereka terhadap dolar yang lebih kuat. Sterling naik 0,13 persen menjadi 1,2337 dolar, meskipun masih menuju kerugian mingguan lebih dari 0,8 persen. Euro naik 0,15 persen menjadi 1,0741 dolar, tetapi tidak jauh dari level terendah dua bulan di 1,0708 dolar yang dicapai di sesi sebelumnya.

Mata uang tunggal juga terbebani oleh konfirmasi bahwa ekonomi terbesar Eropa, Jerman, tergelincir ke dalam resesi pada awal 2023.

Di antara mata uang lainnya, Aussie terakhir 0,22 persen lebih tinggi pada 0,6520 dolar AS. Dolar Australia merosot ke level terendah lebih dari enam bulan di 0,6490 dolar AS di awal sesi, lebih lanjut ditekan oleh pemulihan ekonomi China pasca-COVID yang goyah.

"Data dalam waktu dekat untuk China akan tetap sangat lemah dan terus menunjukkan pemulihan konsumsi yang lemah," kata Kong dari CBA. "Itu akan menjadi beban lain bagi dolar Australia."

Dolar Australia sering digunakan sebagai proksi likuid untuk yuan China.

Kiwi naik 0,15 persen menjadi 0,6071 dolar AS, meskipun menuju kerugian mingguan lebih dari 3,0 persen, terbesar sejak September, setelah bank sentral Selandia Baru awal pekan ini mengejutkan pasar dengan mengisyaratkan pengetatan telah selesai.

Yuan China rebound dari level terendah hampir enam bulan terhadap dolar karena beberapa bank besar milik negara menjual mata uang AS untuk mencegah yuan semakin tenggelam.

Baca juga: Minyak naik di Asia di tengah ketidakpastian pemotongan pasokan OPEC+
Baca juga: Emas melemah lagi karena dolar kian perkasa didukung data ekonomi kuat
Baca juga: Pengamat: Rupiah masih akan melemah terhadap dolar AS

 

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023