Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani meminta Kementerian Luar Negeri RI memberikan perhatian atas maraknya wisatawan mancanegara di Bali yang menyambi bekerja untuk kepentingan bisnis, meski hanya berbekal visa turis.Kita bukan tidak menginginkan investasi luar masuk, justru kita sangat mendukung tentunya sesuai regulasi yang ada
"Dalam konteks ini kami mendorong Kemenlu agar isu ini juga menjadi perhatian. Melalui Dubes warga asing di Indonesia bisa dikeluarkan semacam imbauan terkait larangan bekerja tanpa izin untuk warga negaranya di Indonesia khususnya Bali," kata Christina dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.
Sebab, kata dia, maraknya praktik wisman yang menyambi bekerja di Bali tidak hanya selesai pada urusan keimigrasian dan ketenagakerjaan saja, melainkan juga terkait diplomasi antarnegara.
"Jadi kami mendorong dua pihak bergerak, baik pemerintah kita sendiri maupun otoritas negara asal WNA," ucapnya.
Selain menabrak aturan keimigrasian, Christina menyebut yang menjadi isu penting dari maraknya fenomena wisman di Bali menyambi bekerja ialah mengambil alih lapangan pekerjaan warga lokal.
"Keluhan terkait ini belakangan semakin marak dan Bali hari ini bukan saja tempat wisata bagi para turis tetapi tempat mereka mencari uang," ujarnya.
Menurut dia, berbagai temuan di lapangan seperti wisman melakoni pekerjaan rental kendaraan, salon, fotografer, hingga jenis pekerjaan lain sangat bisa dikerjakan oleh warga setempat.
"Kita bukan tidak menginginkan investasi luar masuk, justru kita sangat mendukung tentunya sesuai regulasi yang ada. Isu kita lebih terkait pekerjaan-pekerjaan yang dirambah WNA yang bukan special skill, sehingga sesungguhnya bisa dikerjakan warga kita," tuturnya.
Baca juga: Polda Bali minta masyarakat tak sembarang viralkan kenakalan wisman
Baca juga: 129 wisman telah dideportasi dari Bali sejak Januari 2023
Christina menilai di samping penerapan aturan yang perlu dipertegas, maraknya wisman mengambil alih pekerjaan warga lokal juga diakibatkan karena kurangnya kontrol dan pengawasan.
Bahkan, lanjut dia, isu maraknya wisman menetap dan mencari penghidupan di Bali bisa menjadi gangguan dalam konteks kedaulatan negara, apabila tidak segera diatasi.
"Kami amati juga makin banyak turis yang berulah menimbulkan keresahan dan gesekan dengan warga lokal. Ada yang menyampaikan seakan-akan warga negara tertentu tengah membangun kerajaannya di Bali. Ini tidak sehat. Betul Bali tempat wisata dan siap menerima siapa pun, tetapi untuk kepentingan kedaulatan negara tetap harus kita jaga bersama," kata Christina.
Sebelumnya, Minggu (28/5), Gubernur Bali Wayan Koster menyebut sudah ada 129 orang wisatawan mancanegara yang dideportasi sejak Januari hingga Mei 2023 akibat melakukan tindakan melanggar peraturan perundang-undangan dan kepariwisataan Bali.
“Terkait dengan berbagai pelanggaran yang terjadi, sudah dilakukan proses penindakan, ada yang dideportasi sampai sekarang mencapai 129 orang sejak Januari lalu, ini cukup banyak dan artinya kita sangat responsif,” kata dia di Denpasar, Minggu.
Selain deportasi, orang nomor satu di Pemprov Bali itu menyebut ada tindakan lain yang dilakukan terhadap wisman yang melanggar peraturan dan menyimpang dari izin visa, yaitu upaya hukum berupa pidana.
“Ada proses hukum pidana yang dilaksanakan sebanyak 15 orang, ini banyak juga dan 1.100 orang diproses karena pelanggaran lalu lintas,” sebutnya.
Baca juga: Gubernur Bali minta masyarakat tak fasilitasi aktivitas nakal wisman
Baca juga: BI Bali: Kinerja penjualan ritel dipengaruhi kenaikan jumlah wisatawan
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2023