Pemerintah Indonesia menegaskan upaya optimalisasi karbon biru melalui kegiatan perlindungan dan restorasi ekosistem maritim sebagai langkah memitigasi perubahan iklim.
Direktur Kelautan dan Perikanan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Sri Yanti JS mengatakan potensi karbon biru yang dimiliki oleh Indonesia merupakan salah satu yang terbesar di dunia.
"Kegiatan perlindungan dan restorasi merupakan tataran implementasi sebagai optimalisasi karbon biru untuk mitigasi perubahan iklim," ujarnya dalam acara bertajuk Kick Off Meeting: Integrasi Karbon Biru dalam Kebijakan Perubahan Iklim di Indonesia yang digelar di Hotel Pullman, Jakarta, Senin.
Baca juga: Indonesia-Korea pertegas komitmen untuk memitigasi perubahan iklim
Sri menjelaskan karbon biru yang tersimpan pada ekosistem pesisir dan laut punya peran penting untuk mencapai target penurunan emisi yang tertuang dalam target Enhanced NDC Indonesia sebesar 31,89 persen dengan usaha sendiri dan 43,20 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030.
Optimalisasi potensi karbon biru dalam menurunkan emisi karbon serta melalui perdagangan karbon tidak hanya memerlukan ekosistem karbon biru yang sehat, tetapi juga dukungan kebijakan dan pendanaan yang terintegrasi.
"Kami mengajak pemerintah daerah supaya ikut berpartisipasi dan meningkatkan kesadaran mengelola potensi (karbon biru) yang besar itu," kata Sri.
Dari sisi kebijakan, Indonesia memiliki regulasi berupa Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Mencapai NDC. Regulasi itu diatur lebih lengkap melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 Tahun 2022.
Sri menuturkan meski ada dua regulasi, kebijakan itu belum mengatur secara detail dan eksplisit tentang mengakomodasi pengelolaan ekosistem karbon biru dalam implementasi nilai ekonomi dari karbon nasional.
Baca juga: Mangrove simpan potensi karbon biru untuk mengurangi emisi
Baca juga: KLHK dorong upaya kolaborasi untuk perlindungan ekosistem karbon biru
Dari aspek sumber daya, Indonesia memiliki nilai ekonomi optimal dari ekosistem karbon biru dan memerlukan sumber daya yang sesuai untuk mendukung optimalisasi karbon biru tersebut.
"Kita membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, pembiayaan berkelanjutan yang bisa menjadi pemicu investasi karbon biru dalam upaya mitigasi perubahan iklim, dan tentunya sumber daya ekosistem karbon biru itu harus sehat dan memiliki lingkungan pendukung yang baik," terang Sri.
Selanjutnya, dari sisi koordinasi, Sri mengungkap bahwa aspek koordinasi sangat fundamental untuk memaksimalkan potensi karbon biru saat ini.
Konsep dan pekerjaan tentang karbon biru dimiliki oleh berbagai kementerian dan lembaga di Indonesia, baik di pusat maupun daerah, sehingga sinkronisasi dan koordinasi menjadi modal yang sangat berarti untuk optimalisasi karbon biru.
"Hal ini bisa kita dapatkan melalui implementasi Indonesia Blue Carbon Strategic Framework," ucap Sri.
Baca juga: KLHK tegaskan komitmen memperkuat ekosistem karbon biru di Indonesia
Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa dalam rangka mendukung kebutuhan optimalisasi karbon biru di Indonesia, Bappenas bersama ICCTF dengan pendanaan AFD akan melaksanakan proyek pengelolaan ekosistem karbon biru dalam kebijakan keanekaragaman hayati dan iklim Indonesia.
Proyek itu diharapkan bisa mendukung pencapaian target Enhance NDC dan implementasi Indonesia Blue Carbon Strategic Framework sebagai upaya untuk mengarusutamakan berbagai inisiatif karbon biru di Indonesia ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2045.
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023