kota itu kondisi polusi udara terus meningkat dari berbagai sumber
Guru Besar Tehnik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Ir Puji Lestari PhD menyatakan pentingnya memperkuat pantauan polusi udara di luar DKI Jakarta.
“Negara berkembang seringkali menghadapi kendala besar dalam memperkuat data profil polusi udara akibat mahalnya stasiun pemantauan, di DKI memang sudah ada, tetapi mungkin di kota-kota lain tidak memiliki kapasitas seperti yang dimiliki oleh DKI,” kata Puji pada diskusi tentang kualitas udara oleh World Resources Institute (WRI) Indonesia yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.
Puji juga mengingatkan pentingnya pendekatan secara akademis untuk memperbaiki kualitas udara di Indonesia, dan mendukung dibentuknya Komunitas Praktisi Asia Tenggara untuk Udara Bersih pada momen peringatan Pekan Kualitas Udara 2023 di Bangkok, Thailand.
Komunitas itu dapat terus memfasilitasi pertukaran pengetahuan serta pengalaman dalam melakukan pendekatan berbasis data untuk manajemen kualitas udara.
Komunitas itu dapat terus memfasilitasi pertukaran pengetahuan serta pengalaman dalam melakukan pendekatan berbasis data untuk manajemen kualitas udara.
“Sebagai akademisi, kita harus bisa memberikan masukan data yang lebih baik untuk mendukung agar para pemangku kepentingan bisa membuat kebijakan-kebijakan yang didukung oleh data yang lebih baik dan akurat, serta sudah divalidasi bersama,” ujar dia.
Baca juga: Pakar kualitas udara bahas pentingnya kolaborasi untuk atasi polusi
Baca juga: Kemenkes libatkan lintas sektor cegah polusi udara perkotaan
Akademisi yang juga aktif dalam berbagai proyek pemetaan sumber polusi udara di kawasan metropolitan ini juga menyarankan pentingnya pendekatan inventarisasi emisi pada kota-kota lain di Indonesia.
“Data monitoring yang ada saat ini, DKI memang sudah ada, tetapi mungkin di kota-kota lain sebenarnya bisa dilakukan dengan cara yang berbeda, salah satunya dengan inventarisasi emisi, untuk mengidentifikasi polutan atau sumbernya dari mana, sehingga kita bisa memberikan kebijakan terbaik yang bisa dilakukan,” ujar dia.
Ia juga memberi pesan penting terkait sosialisasi pencemaran udara di desa-desa, karena masyarakat desa belum paham betul bahwa ada beberapa aktivitas yang selama ini dilakukan juga menyebabkan polusi.
“Biasanya di kota itu kondisi polusi udara terus meningkat dari berbagai sumber, utamanya perusahaan, nah kalau di pedesaan itu di mana, kalau dekat dengan pembangkit pasti ada polusi walaupun di desa, atau masyarakat yang masih membakar sampah secara terbuka, itu juga termasuk pencemaran, jadi harus ada pemetaan, sosialisasi, dan kewaspadaan,” katanya.
Dia mengatakan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dengan berbagai lembaga, akademisi, organisasi nirlaba dan stakeholders untuk memperbaiki kualitas udara di perkotaan maupun pedesaan.
“Di desa seringnya masyarakat tidak sadar, karena mereka juga membakar sampah dan bekas sisa limbah pertanian, itu juga sebenarnya menimbulkan polusi udara. Kalau di kota sudah jelas sumber-sumber pencemarnya," kata dia.
Baca juga: DKI akui belum tilang kendaraan pelanggar baku emisi gas buang
Baca juga: Bicara Udara dorong upaya preventif atasi dampak polusi udara
Baca juga: Guru Besar FKUI: Polusi udara berkontribusi 11,65 persen kematian
Baca juga: DKI akui belum tilang kendaraan pelanggar baku emisi gas buang
Baca juga: Bicara Udara dorong upaya preventif atasi dampak polusi udara
Baca juga: Guru Besar FKUI: Polusi udara berkontribusi 11,65 persen kematian
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023