• Beranda
  • Berita
  • Lima OP akan siapkan "judicial review" apabila RUU Kesehatan disahkan

Lima OP akan siapkan "judicial review" apabila RUU Kesehatan disahkan

19 Juni 2023 18:15 WIB
Lima OP akan siapkan "judicial review" apabila RUU Kesehatan disahkan
(Dari kiri ke kanan) Ketua Ikatan Apoteker Indonesia Noffendri Roestam, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia Harif Fadillah, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Adib Khumaidi, Ketua Biro Hukum dan Kerjasama Antar Lembaga Persatuan Dokter Gigi Indonesia Paulus Januar, dan Bendahara Ikatan Bidan Indonesia Herdiawati saat jumpa pers di gedung sekretariat PB IDI, Jakarta, Senin (19/06/2023). (ANTARA/Rizka Khaerunnisa)
Lima organisasi profesi (OP) kesehatan akan mengajukan judicial review apabila Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibuslaw disahkan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI.

Kelima organisasi profesi kesehatan tersebut antara lain Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI).

"Apabila ini nanti berlanjut sampai kepada tingkat II dan disahkan pada tingkat II, maka kami pun juga akan menyiapkan proses judicial review di Mahkamah Konstitusi RI," kata Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi saat jumpa pers di Jakarta, Senin.

Pada Senin, Komisi IX DPR RI menggelar Rapat Kerja Pengambilan Keputusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibuslaw di Gedung DPR RI. Dalam rapat tersebut, mayoritas fraksi menyetujui RUU Kesehatan berlanjut ke tahap pengesahan sebagai undang-undang melalui mekanisme Rapat Paripurna.

Baca juga: Menkes minta perbedaan pendapat terkait RUU diselesaikan beradab

Dari total sembilan fraksi, sebanyak empat fraksi antara lain PDIP, PPP, PAN, dan Gerindra menyetujui secara penuh pengesahan RUU Kesehatan. Tiga fraksi lain yaitu Golkar, Nasdem, dan PKB menyetujui dengan catatan. Sementara Demokrat dan PKS menolak RUU Kesehatan.

Adib mengatakan tenaga medis dan tenaga kesehatan yang tergabung dalam lima organisasi profesi tetap berharap agar Presiden RI Joko Widodo tidak segera melakukan pengesahan dan penandatanganan RUU Kesehatan dengan memperhatikan segala dinamika yang terjadi di masyarakat.

Dia menilai bahwa proses penyusunan dan pembahasan RUU Kesehatan sudah memunculkan masalah sejak awal, termasuk substansi yang masih tumpang-tindih, unprosedural, serta tidak adanya partisipasi yang bermakna.

"Kita tidak menginginkan muncul sebuah regulasi yang nanti akan berdampak kemudian bisa menimbulkan kerugian pada masyarakat, baik kami masyarakat profesi maupun masyarakat luas," kata Adib.

Ketua Biro Hukum dan Kerjasama Antar Lembaga PDGI Paulus Januar Satyawan menambahkan pihaknya berharap RUU Kesehatan dapat dibahas secara lebih mendalam. Hal ini mengingat metode omnibuslaw berarti harus disertai dengan pembahasan secara meluas dan tidak bisa dilakukan secara terburu-buru.

Hal serupa juga disampaikan oleh Bendahara IBI Herdiawati. Mewakili organisasi profesi lain, dia meminta agar pemerintah dan DPR mempertimbangkan RUU Kesehatan secara bijak.

"Sampai saat ini kami tetap meminta pada pemerintah dan DPR bahwa RUU Kesehatan Omnibuslaw perlu dipertimbangkan secara bijak. Kami sebagai tenaga kesehatan dan tenaga medis bekerja dengan tujuan untuk mendukung pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan, untuk melaksanakan tugas dengan baik dan benar agar kesehatan masyarakat dapat terwujud dengan baik," kata Herdiawati.

IDI bersama keempat organisasi profesi lain serta sejumlah koalisi masyarakat telah menyoroti sejumlah permasalahan dalam RUU Kesehatan. Beberapa isu yang disoroti termasuk kebijakan mandatory spending, masa berlaku Surat Tanda Registrasi (STR), transfer data kesehatan ke luar negeri, ketentuan praktik aborsi, dan sebagainya.

Baca juga: Ketua MPR dorong pemerintah kolaborasi dengan IDI tangkal DBD

Baca juga: Menkes tanggapi perbedaan pandangan fraksi terkait RUU Kesehatan

Baca juga: IDI sampaikan isu-isu medis krusial dalam RUU Kesehatan

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023