• Beranda
  • Berita
  • Orang tua perlu lihat anak sebagai subjek saat beri literasi digital

Orang tua perlu lihat anak sebagai subjek saat beri literasi digital

26 Juni 2023 19:43 WIB
Orang tua perlu lihat anak sebagai subjek saat beri literasi digital
Arsip foto - Seorang murid pendidikan anak usia dini (PAUD) mengikuti pembelajaran menggunakan gim edukasi di Paud Sanggar Cerdas Elina, Tangerang Selatan, Banten, Senin (31/10/2022). (ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/hp)

Orang tua dapat menjadi sosok teman bagi anak di rumah sambil membicarakan dan mendiskusikan dampak positif dan negatif dunia daring.

Spesialis Perlindungan Anak dan Advokasi ChildFund International di Indonesia Reny Haning mengingatkan pentingnya orang tua untuk melihat atau menempatkan anak sebagai subjek saat menyampaikan literasi digital.

"Memperlakukan anak itu sebagai subjek, jangan sebagai objek. Dengan itu, kita harapannya ada komunikasi yang baik dengan anak sehingga anak bisa lebih percaya kita karena kita memposisikan diri sebagai teman anak, sebagai mitra anak, tetapi, juga sekaligus sebagai orang tua," kata Reny saat dijumpai di kantor ANTARA, Senin.

Di samping harus melek teknologi, Reny berpesan agar orang tua dapat menjadi sosok teman bagi anak di rumah sambil membicarakan dan mendiskusikan dampak positif dan negatif dunia daring. Orang tua juga perlu mengupayakan batasan-batasan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan anak di dunia daring dengan memberi alasan yang dapat dipahami oleh anak.

"Parental control saja tidak cukup menurut kami itu tidak cukup. Jadi, itu harus ada benar-benar duduk bareng, membahas bareng apa do's and don'ts-nya bersama anak. Dan itu harus di-review terus-menerus bersama dengan anak," kata Reny.

Baca juga: Anak di daerah juga punya risiko tinggi terkait kasus kekerasan daring

Orang tua perlu secara terbuka membicarakan dampak dunia daring kepada anak-anak. Sebagai contoh, ujar Reny, orang tua bisa memulai diskusi mengenai kesehatan reproduksi pada anak secara lebih terbuka. Pembicaraan itu dapat berlanjut pada pemberian pemahaman dampak atau konsekuensi yang mungkin terjadi apabila mereka mengonsumsi konten dewasa di internet.

Dalam hal ini, jelas Reny, orang tua juga harus menjadi panutan yang baik bagi anak. Edukasi yang orang tua sampaikan juga harus seiring dengan yang dijalankan orang tua dalam keseharian di rumah.

"Contoh sederhana, ‘yuk, jangan nonton TV terus’ atau ‘jangan lihat handphone pada saat ngobrol dengan anak'. Saat duduk di meja makan, orang tua juga jangan pegang handphone," tutur Reny.

"Jangan juga misalnya kita melarang anak untuk tidak terpapar dengan konten-konten orang dewasa, tetapi, di handphone orang tua juga menyimpan konten-konten orang dewasa," Reny menambahkan.

Reny mengatakan keterampilan-keterampilan praktis yang dibutuhkan orang tua untuk menempatkan anak sebagai subjek dalam literasi digital juga didorong oleh ChildFund melalui inisiatif program "Swipe Safe".

Di samping intervensi kepada orang tua, ChildFund juga mendorong sekolah untuk mengadopsi kebijakan keselamatan dan perlindungan anak baik terkait dunia daring maupun dunia luring. Upaya itu diwujudkan dengan melatih para guru serta mendorong mekanisme komplain atau masukan sehingga terjadi timbal balik antara anak, orang tua, dan guru.

"Kami harapkan dengan intervensi-intervensi itu, orang tua dan sekolah juga bisa bermitra dengan anak supaya sama-sama ikut mendorong anak menjadi pribadi yang lebih baik untuk mereka bisa mengembangkan potensinya dengan lebih maksimal," kata Reny.

Baca juga: Childfund gaungkan kampanye lindungi anak dari perundungan daring

Baca juga: Literasi digital langkah awal cegah anak dari kekerasan "online"

Baca juga: Interaksi anak-orang tua kunci edukasi pencegahan kekerasan seksual

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023