• Beranda
  • Berita
  • Kemendikbud: Belanda serahkan barang bersejarah ke Indonesia

Kemendikbud: Belanda serahkan barang bersejarah ke Indonesia

10 Juli 2023 19:05 WIB
Kemendikbud: Belanda serahkan barang bersejarah ke Indonesia
Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudtistek Hilmar Farid dalam penyerahan barang koleksi bersejarah milik Indonesia oleh Pemerintah Belanda di Museum Volkenkunde, Leiden, Belanda, Senin (10/7/2023). ANTARA/HO-Kemendikbudristek.

Kita telah memulai upaya repatriasi ini sejak dua tahun lalu. Benda cagar budaya dari Belanda akan segera diserahterimakan kembali ke Indonesia

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan Pemerintah Belanda menyerahkan berbagai barang koleksi bersejarah milik Indonesia kepada pemerintah di Museum Volkenkunde, Leiden, Belanda, Senin.

“Ada beberapa agenda yang dilakukan pemerintah, selain penyerahan barang koleksi bersejarah dari Belanda, yaitu tanda tangan dokumen," kata Ketua Tim Repatriasi Koleksi Asal Indonesia di Belanda I Gusti Agung Wesaka Puja dalam keterangan di Jakarta, Senin.

Penandatanganan dokumen dilakukan mengenai Pengaturan Teknis (Technical Arrangement) dan Pengakuan Pengalihan Hak dari Kerajaan Belanda ke Republik Indonesia.

Repatriasi koleksi asal Indonesia di Belanda bisa dilakukan berkat kerja sama dan kerja keras kedua komite repatriasi serta dukungan kedua pemerintah.

Tim Repatriasi Koleksi bersama Komite Repatriasi benda kolonial Belanda yang dipimpin oleh Lilian Gonçalvez-Ho Kang You terus menjalin komunikasi positif dan produktif guna mendorong pengembalian benda-benda bersejarah dari Belanda ke Indonesia.

“Kita telah memulai upaya repatriasi ini sejak dua tahun lalu. Benda cagar budaya dari Belanda akan segera diserahterimakan kembali ke Indonesia,” katanya.

Baca juga: Belanda siap kembalikan benda bersejarah dari daerah bekas jajahan

I Gusti menjelaskan setelah melalui serangkaian penelitian dari para ahli nantinya empat koleksi artefak yakni 132 koleksi benda seni Bali Pita Maha, Patung Singasari, pusaka kerajaan Lombok, dan keris Puputan Klungkung akan dikembalikan ke Indonesia.

Sebanyak 132 benda seni Bali itu antara lain lukisan, ukiran kayu, serta benda-benda perak, dan tekstil para maestro seniman kelompok seni Pita Maha yang didirikan pada 29 Januari 1936 oleh Tjokorda Gde Agung Sukawati, I Gusti Nyoman Lempad, Walter Spies, dan Rudolf Bone.

Sedangkan empat patung Singasari di Museum Volkenkunde, Leiden, adalah primadona dari abad ke-13 Masehi yang berasal dari Candi Singasari yakni didirikan untuk menghormati kematian Raja Kertanagara.

Keempat arca yang akan kembali ke Indonesia tersebut adalah Durga, Mahakala, Nandishvara, dan Ganesha.

Selain itu ratusan benda yang berasal dari kerajaan Lombok juga dikembalikan dalam repatriasi kali ini bersama dengan sebilah keris dari Kerajaan Klungkung, Bali.

Baca juga: Kemendikbud: Sebanyak 1.500 objek bersejarah kembali ke Indonesia

Objek dari Puri Cakranegara, Lombok, itu sebelumnya tersimpan di Tropenmuseum, sedangkan keris puputan Klungkung sejak lama menjadi koleksi Museum Volkenkunde, Leiden.

Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudtistek Hilmar Farid menjelaskan pemindahan koleksi benda bersejarah ini bukan sekadar pemindahan melainkan juga mengandung nilai sejarah.

Terlebih lagi kedua komite repatriasi dari Indonesia dan Belanda bekerja sama melakukan serangkaian pertemuan dan diskusi untuk membahas makna dari benda-benda tersebut bagi kedua bangsa baik pada masa lalu maupun di masa kini.

“Ini mengungkap pengetahuan sejarah dan asal-usul benda-benda seni bersejarah yang selama ini belum diketahui masyarakat," kata Hilmar.

Ia menambahkan kerja sama kedua negara dalam bidang repatriasi ini akan turut mengembangkan program-program kerja sama museum dan penelitian yang melibatkan para ahli dari kedua negara.

Baca juga: Kemendikbud: Perlu pengkajian benda yang dikembalikan Belanda

“Ini juga mengembangkan program beasiswa bagi para sarjana yang melakukan penelitian di dalam bidang repatriasi benda kolonial," ujarnya.

 

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023