"Saat ini yang terdeteksi di Laboratorium Nasional Sri Oemijati adalah Enterovirus-71 (EV71) karena termasuk program surveilans penyakit tangan, kaki, dan mulut (HFMD) yang disebabkan oleh virus genus Enterovirus. Temuan itu sudah cukup lama," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Nadia mengatakan, khusus untuk Enterovirus-11 yang kini menyerang Eropa hingga mengakibatkan delapan bayi meninggal, saat ini belum ditemukan di Indonesia.
Laboratorium Nasional Sri Oemijati dilengkapi dengan alat diagnosis Enterovirus melalui identifikasi kultur dan reaksi berantai polimerase (PCR), kata Nadia menambahkan.
Ia mengatakan, virus tersebut umumnya menular kepada bayi baru lahir dari saluran cerna atau virus yang terhirup hingga ke dalam saluran pernapasan pasien, hingga menyebabkan gejala batuk, pilek, dan demam.
Pencegahan yang paling efektif, kata Nadia, tentunya pemberian ASI eksklusif harus dilakukan. Selain itu tetap menjaga pola hidup bersih dan sehat melalui cuci tangan, terutama saat mengasuh bayi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Jumat (7/7) mengumumkan sebanyak 26 bayi di sejumlah negara Eropa terinfeksi Enterovirus. Delapan dari bayi tersebut meninggal setelah gagal organ dan sepsis.
Kasus infeksi Enterovirus dilaporkan dari Kroasia, Prancis, Italia, Spanyol, Swedia, dan Inggris. Sebagian besar kematian dilaporkan dari Prancis.
Kasus Enterovirus-11 diidentifikasi pada awal 2022. Setidaknya setengah dari 26 kasus dilaporkan sejak akhir musim semi 2023.
Baca juga: Ahli: Seruan kemenkes cegah stunting lewat protein hewani sudah tepat
Baca juga: Kemenkes minta masyarakat waspadai empat tipe antraks pada manusia
Baca juga: Dokter: Keluarga jangan asal konsumsi daging untuk cegah antraks
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023