• Beranda
  • Berita
  • BKKBN: Angka stunting turun berkat tata kelola air bersih dan sanitasi

BKKBN: Angka stunting turun berkat tata kelola air bersih dan sanitasi

13 Juli 2023 21:37 WIB
BKKBN: Angka stunting turun berkat tata kelola air bersih dan sanitasi
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat menerima audiensi siswa Sekolah Kantor Staf Presiden RI, Rabu siang (12/7/2023) di Ruang Sekretariat Stunting BKKBN Pusat, Jakarta. (ANTARA/HO-BKKBN)

Faktor sensitif seperti pengadaan air bersih atau layak minum dan sanitasi seperti jamban sangat mempengaruhi percepatan penurunan stunting, setidaknya dalam kurun waktu dua tahun terakhir

Kepala  Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyatakan bahwa angka prevalensi stunting mengalami penurunan terjadi berkat semangat gotong royong memperbaiki tata kelola saluran air bersih dan sanitasi.

"Alhamdulillah, yang berisiko stunting telah turun menjadi 21,6 persen berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 sebagai dampak positif tata kelola air bersih dan sanitasi, juga perbaikan rumah tidak layak huni,” katanya di Jakarta, Kamis.

Hasto menuturkan faktor sensitif seperti pengadaan air bersih atau layak minum dan sanitasi seperti jamban sangat mempengaruhi percepatan penurunan stunting, setidaknya dalam kurun waktu dua tahun terakhir.

Percepatan penurunan stunting juga didukung oleh adanya sikap gotong royong seluruh jajaran pemerintahan dalam memberikan intervensi sampai di tingkat akar rumput. Misalnya seperti ketersediaan banyak pihak ikut dalam Program Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS), yang melibatkan banyak kalangan TNI/Polri, pemerintah, perusahaan swasta hingga masyarakat.

Masifnya intervensi tersebut diharapkan bisa mencapai target 14 persen di tahun 2024, dengan tren penurunan stunting sekitar 2,8 persen tiap tahunya.

Namun, Hasto mengakui walaupun saat ini angka stunting secara nasional mengalami penurunan, indikator penanganan kekerdilan pada anak masih belum menunjukkan perbaikan. Contohnya, masih ada ibu hamil dengan anemia sehingga perlu diberikan intervensi spesifik.

“Intervensi terhadap kasus kekerdilan pada anak juga dilakukan berdasarkan faktor spesifik. Seperti pemberian tablet tambah darah kepada ibu hamil yang berisiko melahirkan anak stunting karena kurang energi kronis. Intervensi yang sama juga dilakukan terhadap remaja putri yang anemia,” katanya.

Hasto menambahkan hal serupa terjadi pula pada pemberian ASI eksklusif kepada bayinya selama enam bulan. Terkait hal ini, data yang dimiliki BKKBN menunjukkan pemberian ASI eksklusif baru 66 persen. Padahal target pemerintah menaikkanya hingga 70 persen.

Menanggapi masalah itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Brian Sri Prahastuti mengaku data yang terkait dengan target sasaran air bersih dan sanitasi, sulit didapatkan secara valid dari pemerintah daerah setempat.

Sehingga berdasarkan hasil monitoring dan pemetaan lapangan di Kantor Staf Presiden RI, dari 12 provinsi yang berhasil teridentifikasi, baru 15 kabupaten yang diketahui sanitasi dan akses air minumnya kurang dari 50 persen.

“Setelah mendapat penjelasan dari BKKBN terkait kegiatan pendataan yang dilakukan lewat dimutakhirkan setiap tahun, kami akan menggunakan data pendataan keluarga (PK) karena bersifat mikro dan spesifik memuat data by name by address,” ujarnya.

Baca juga: Pemkot Palembang pantau perkembangan anak potensi stunting
Baca juga: Ahli: Program pengentasan stunting cegah IQ anak bangsa menurun
Baca juga: Ahli: Seruan kemenkes cegah stunting lewat protein hewani sudah tepat

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023