Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menilai pemahaman masyarakat terhadap sumber pangan bergizi yang beragam perlu ditingkatkan oleh Pemerintah.Potensi gangguan ketersediaan pangan harus segera diantisipasi.
Lestari Moerdijat menyampaikan ancaman dampak perubahan iklim ke depan, termasuk di antaranya ancaman kekeringan akibat El Nino, berpotensi mengganggu pasokan atau ketersediaan bahan makanan pokok yang menjadi konsumsi utama masyarakat di Indonesia.
"Potensi gangguan ketersediaan pangan harus segera diantisipasi dengan peningkatan pemahaman masyarakat terkait dengan beragam pangan bergizi dari sumber pangan yang tersedia," kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat di Jakarta, Kamis.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi ancaman El Nino di Indonesia mencapai puncaknya pada bulan Agustus—September 2023. Fenomena El Nino itu dikhawatirkan berdampak pada ketersediaan air atau kekeringan yang dapat memengaruhi produktivitas pangan nasional.
Menurut Lestari, prakiraan BMKG itu harus diantisipasi dengan baik oleh para pemangku kebijakan. Ancaman terhadap ketersediaan ini dapat menghambat pemerintah menurunkan prevalensi stunting. Hal ini mengingat upaya itu membutuhkan pasokan makanan bergizi yang stabil dan terjangkau untuk masyarakat.
Lestari menyebutkan Kementerian Kesehatan RI menargetkan menurunkan prevalensi stunting pada tahun 2023 menjadi 17 persen dan pada tahun 2024 menjadi 14 persen.
Baca juga: Umbi garut dikembangkan BRIN jadi sumber pangan
Baca juga: Bioteknologi jadi solusi alternatif untuk penuhi kebutuhan pangan
Sementara itu, hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2022 menunjukkan angka prevalensi stunting Indonesia 21,6 persen.
Oleh karena itu, dia memandang perlu upaya serius mencegah pasokan pangan terganggu akibat dampak perubahan iklim dan El Nino.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah, kata dia, harus serius menyoroti persoalan tersebut.
Persoalan itu, menurut dia, dapat diantisipasi, salah satunya dengan meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai sumber pangan alternatif. Terkait dengan hal itu, sosialisasi secara masif perlu dilakukan oleh Pemerintah.
Sejauh ini, beras masih menjadi sumber pangan pokok bagi masyarakat di sebagian besar wilayah Indonesia. Padahal, ada beberapa sumber bahan makanan pokok lainnya yang dapat menjadi alternatif beras/nasi, di antaranya umbi-umbian seperti singkong, ubi, kemudian ada jagung, sorgum, dan sagu.
Sebelumnya, dalam diskusi Elektrifikasi Agrikultur di Jakarta, 12 Juli 2023, Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Moeldoko mengatakan bahwa Pemerintah berkomitmen meningkatkan budi daya sorgum karena memiliki sejumlah manfaat mulai dari pangan hingga energi alternatif.
"Pertanian itu bisa menghasilkan elektrifikasi energi, contoh sorgum. Benih, butir bulirnya itu bisa untuk beras tepung dan juga sebagai etanol dan bioetanol," kata Moeldoko
Moeldoko menjelaskan 1 hektare tanah dapat menghasilkan rata-rata 30—35 ton sorgum. Seluruh bagian tanaman itu pun dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan mulai dari pengganti beras, kompos, gula, produk minuman, tepung, pakan ternak, dan obat-obatan.
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023