"Jadi tidak mungkin satu rancangan peraturan perundang-undangan atau bahkan satu kebijakan ini memuaskan semua pihak. Tetapi pemerintah sudah berupaya keras sepanjang kurang lebih satu tahun belakangan ini," ujar Usman dalam diskusi daring, Sabtu.
Usman mengatakan pemerintah telah berupaya untuk mencari titik temu dengan berbagai pihak, termasuk dengan platform digital terkait regulasi tersebut.
Baca juga: Dewan Pers harap "Publisher Rights" bangun ekosistem pers yang sehat
Salah satunya ketika platform digital sempat mempersoalkan salah satu pasal dalam rancangan Perpres mengenai Hak Penerbit.
Pihak platform, kata dia, awalnya menolak salah satu pasal dalam rancangan Perpres yang mengharuskan mereka menyeleksi berita sesuai dengan kode etik jurnalistik maupun Undang-Undang Pers.
Platform digital di antaranya menyatakan bahwa mereka belum memiliki algoritma untuk melakukan seleksi semacam itu dan menganggap kewenangan tersebut bukan bagian dari tugas mereka sebagai platform.
Setelah berdiskusi, akhirnya disepakati satu pasal dalam rancangan Perpres yang menyatakan platform tidak boleh menyalurkan berita yang tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik melalui mekanisme pelaporan. Adapun pelaporan tersebut dapat dilakukan oleh Dewan Pers, perusahaan pers, maupun masyarakat.
Sehingga, kata Usman, jika ada berita yang dilaporkan tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik, platform digital harus menghapusnya dari daftar mereka.
"Itulah salah satu cara mencari titik tengah, mencari titik temu, karena itu sebetulnya dalam proses mencari titik temu ini sangat tergantung pada para pihak maukah saling memahami satu sama lain, maukah kita tidak memaksakan gagasan kita harus diterima termasuk juga platform (digital)," ucap Usman.
Diketahui, pemerintah tengah menyusun rancangan Perpres mengenai Hak Penerbit. Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria mengatakan secara umum Perpres Hak Penerbit mengatur terkait konten-konten berita yang dihasilkan oleh perusahaan pers.
Selanjutnya, platform digital bisa melakukan semacam penyaringan mana konten yang bersifat berita dan mana yang bukan. Adapun konten yang bersifat berita tersebut kemudian dikomersialisasi.
Namun, salah satu platform digital, Google menyampaikan keberatan terkait rancangan Perpres tersebut. Google khawatir bahwa regulasi ini dapat membatasi keberagaman sumber berita bagi publik.
Google menyatakan bahwa apabila peraturan tersebut disahkan dalam bentuk yang sekarang, hal ini dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk menyediakan sumber informasi online yang relevan, kredibel, dan beragam bagi pengguna produk Google di Indonesia.
Baca juga: Kemenkominfo edukasi PIP di NTT soal literasi keuangan dan modus TPPO
Baca juga: Usman Kansong soroti pentingnya upaya pengurangan risiko bencana
Baca juga: Kemenkominfo: Media center KTT ke-42 ASEAN optimal dukung wartawan
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023