"Yang namanya bantuan sosial itu pasti efektif untuk menangani kemiskinan ekstrem. Tapi kuncinya akan efektif kalau program itu tepat sasaran, tepat guna," kata Piter ketika dihubungi di Jakarta, Minggu.
Piter mengatakan, penduduk miskin ekstrem adalah warga yang benar-benar tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar baik sandang, pangan dan papan atau tempat tinggal.
Menurut Piter, seharusnya di Indonesia khususnya di DKI Jakarta tidak ada lagi warga yang masuk dalam kategori miskin ekstrem karena saat ini pemerintah memiliki banyak bantuan sosial tunai maupun berupa sembako. Termasuk adanya sejumlah lembaga-lembaga sosial.
Dia menuturkan, jika saat ini masih ada warga yang masuk dalam kategori kemiskinan ekstrem, maka terjadi kesalahan dalam sistem penyaluran bantuan sosial yang tidak tepat sasaran. Atau tidak adanya informasi yang sampai ke pemerintah untuk menangani hal tersebut.
"Kalau sampai masih ada kemiskinan ekstrem berarti ada masalah dalam penyaluran bantuan sosial. Dan seharusnya mereka menjadi fokus utama untuk mendapatkan bantuan sosial," kata Piter.
Baca juga: Pemprov DKI perkuat bansos untuk kurangi beban masyarakat tak mampu
Piter menambahkan, pemerintah yang menargetkan kemiskinan ekstrem mencapai nol persen di tahun 2024 merupakan suatu yang realistis karena pemerintah menyediakan banyak bantuan sosial dan secara umum masyarakat memiliki jiwa sosial.
"Masyarakat bukan butuh programnya banyak, tetapi butuh sebuah sistem yang membuat pemerintah tahu persis siapa dan dimana mereka yang miskin yang perlu mendapat bantuan," kata Piter.
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kemenko PMK Nunung Nuryantono mengatakan, berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), angka kemiskinan ekstrem per September 2022 sebesar 1,74 persen.
Survei yang sama pada bulan Maret 2023, angka miskin ekstrem turun menjadi 1,12 persen.
Menurut dia a, ada tiga strategi besar dalam penanggulangan kemiskinan ekstrem. Yakni pengurangan beban yang salah satunya dilakukan melalui Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Selain itu, peningkatan pendapatan masyarakat serta mengurangi kantung kemiskinan dengan perbaikan infrastruktur dan sanitasi.
Baca juga: Komisi E DPRD DKI minta SKPD bersinergi atasi kemiskinan ekstrem
Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta Premi Lasari mengatakan salah satu strategi dalam mengatasi kemiskinan ekstrem di DKI Jakarta dengan memberikan bantuan sosial untuk pengurangan beban masyarakat.
Pelindungan sosial tersebut sesuai amanat Instruksi Gubernur Nomor 34 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem di Jakarta.
Dinas Sosial diberi tugas melaksanakan intervensi percepatan kemiskinan ekstrem secara tepat sasaran melalui strategi kebijakan itu diantaranya pengurangan beban masyarakat dan peningkatan pendapatan masyarakat.
Premi menuturkan bahwa pihaknya juga telah melakukan pemadanan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagaimana ditetapkan oleh Kementerian Sosial (Kemensos), yang dipadankan dengan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) bersumber dari satgas P3KE, yaitu Kemenko PMK, BPS dan BKKBN.
Pemadanan data kependudukan serta data kepemilikan aset dan pajak dari DTKS dan penerima bantuan sosial akan terus dilakukan bersama Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) dan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), sebagai upaya pemutakhiran data sehingga program bansos di Jakarta menjadi tepat sasaran.
Baca juga: Angka kemiskinan ekstrem diperkirakan turun jadi 0,8 persen akhir 2023
Di tempat terpisah, Dewi Murniati (41) salah satu warga Kelurahan Kenari, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, mengatakan, sebagai salah satu penerima bantuan sosial PKH merasa sangat terbantu adanya bansos tersebut dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.
Dewi terdaftar sebagai penerima bantuan sosial PKH sejak tahun 2014. Saat itu dirinya pertama kali mendapat bantuan tunai sebesar Rp120 ribu dan terakhir mendapat bantuan PKH tahap dua pada April 2023 sebesar Rp500 ribu.
Setiap pencairan program PKH, Dewi menyisihkan sebagian dana yang diterima untuk pengembangan modal usahanya. Ia membuka usaha menjual mi rebus, camilan dan sejumlah minuman anak-anak serta menerima pesanan pembuatan nasi kuning di rumahnya.
Kemudian, pada November 2022, Dewi telah terdaftar sebagai penerima Program Pahlawan Ekonomi Nusantara (PENA) dari Kementerian Sosial. Dewi lalu diasesmen oleh pendamping dari jajaran Kementerian Sosial untuk digraduasi ke program tersebut.
Ketika digraduasi ke program tersebut, Dewi mengatakan, saat itu mendapat dana untuk membeli sejumlah barang sebagai pendukung usahanya. Ia mendapat dana modal usaha dari Program PENA sebesar Rp4,8 juta.
Baca juga: Pemprov DKI diminta serius evaluasi data Bansos Jakarta
Dana itu mendapat potongan pajak 13 persen dari yang dianggarkan masing-masing penerima manfaat sebesar Rp6 juta.
"Namanya bantuan kan sewaktu-waktu bisa putus, bisa habis. Enggak mungkin selamanya ada, prinsip saya begitu. Jadi, apa salahnya untuk bergantian sama yang lain," kata Dewi.
Dari usaha yang dijalankan, Dewi bisa mendapatkan omzet hingga sejuta per bulan dengan nominal perhitungan bersih. Meski begitu, dirinya berusaha memaksimalkan dana tersebut untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga kecilnya.
Dewi mengaku bahwa dengan usaha yang dirintis dari modal usaha Program PKH, dirinya tidak lagi mempermasalahkan jika sudah tidak terdaftar sebagai penerima bantuan sosial tersebut dan beralih ke Program PENA.
Hal itu sudah bisa membantu suaminya yang berprofesi sebagai tukang ojek daring dalam mencukupi kebutuhan keluarganya.
Ibu tiga anak ini berharap dengan masuk di Program PENA, usahanya bisa semakin berkembang dengan begitu dapat meningkatkan ekonomi keluarganya yang lebih baik lagi ke depannya.
Pewarta: Harianto/Alviansyah Pasaribu
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023