• Beranda
  • Berita
  • Legislator minta BPKD DKI rinci pendapatan hasil olah sampah RDF

Legislator minta BPKD DKI rinci pendapatan hasil olah sampah RDF

14 Agustus 2023 17:48 WIB
Legislator minta BPKD DKI rinci pendapatan hasil olah sampah RDF
Pekerja mengoperasikan alat berat guna memindahkan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Bantul, D.I. Yogyakarta, Sabtu (22/7/2023). Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta menutup pelayanan sampah di TPST Piyungan pada tanggal 23 Juli hingga 5 September 2023 karena sudah melebihi kapasitas dan menghimbau kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengambil langkah penanganan secara mandiri. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/hp.

pengolahan sampah menjadi bahan bakar (RDF) lebih menghasilkan pendapatan bagi negara

Anggota Komisi C DPRD DKI S Andyka meminta Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI melakukan perincian  pendapatan pengolahan sampah menjadi bahan bakar atau refused derived fuel (RDF).

“Bisa saja RDF jadi beban daerah, tapi itu kembali kepada kebijakan Pemprov DKI yang penting darurat sampah di Jakarta bisa selesai,” kata Andyka saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Dia meminta kepada BPKD DKI Jakarta untuk merinci setiap pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dikucurkan untuk ITF maupun RDF.

Kendati demikian, pihaknya menegaskan segala keputusan bergantung kepada pemerintah sebagai pemangku jabatan apakah melanjutkan ITF, memprioritaskan RDF, ataupun memilih salah satu dari kedua program tersebut.

Lebih menghasilkan

Sedangkan BPKD DKI Jakarta menyebut pengolahan sampah menjadi bahan bakar (RDF) justru menghasilkan pendapatan bagi negara.

“Kalau RDF dia ada penghasilan buat kita, kalau ITF hanya pengeluaran,” kata Kepala BPKD DKI Jakarta Michael Rolandi.

Michael merinci perhitungan dari ITF maupun RDF yang diharapkan mampu mengelola jumlah 7.000 ton sampah per harinya di Jakarta.

Dari kedua pengolahan sampah tersebut tentunya pemerintah akan memilih yang lebih menguntungkan bagi masyarakat dan menghemat APBD meski saat ini ITF dan RDF masih dalam pembahasan.

Mengenai dana untuk pengelolaan sampah (tipping fee) dari ITF Sunter seharga Rp800 ribu per ton dikalikan 7.000 ton sampah maka membutuhkan dana Rp5,6 miliar per hari untuk mengelola sampah di ITF Sunter.

Sehingga jika setahun, maka pemerintah perlu mengeluarkan dana yakni Rp5,6 miliar dikalikan 360 hari yakni menjadi Rp2 triliun untuk tipping fee per tahun.

Sedangkan RDF di Bantar Gebang yang tak perlu membayar tipping fee, lantaran hasil olahan sampahnya dinilai setingkat batu bara yang kemudian dijual ke PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dan PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SBI) dengan harga 24 dolar AS per ton atau setara dengan Rp359 ribu dalam kurs saat ini.

Setiap harinya, RDF Plant mengolah 2.000 ton sampah yang terdiri dari 1.000 ton sampah lama di Bantargebang dan 1.000 ton sampah yang baru dikirim dari Jakarta dan menghasilkan 700 ton bahan bakar.

Hasil bahan bakar RDF ini yakni 700 ton per hari itu nantinya jika dijual akan dikalikan Rp359 ribu sehingga menjadi Rp252 juta pendapatan per harinya. Sedangkan untuk pendapatan per tahun, hasil olahan RDF bisa mencapai Rp92 miliar.

Terlebih, lanjut dia, saat ini bahan bakar dari RDF bisa dimanfaatkan untuk dipakai tenaga listrik maupun pabrik semen sehingga akan terus dibutuhkan keberadaannya.

“Kita fokus kalau yang efisien ya dilakukan prioritas. Misal kemampuan keuangan RDF lebih efisien yang bisa dikedepankan mungkin arahnya kesana,” katanya.
Baca juga: Semen Indonesia gunakan 76 ribu ton RDF sebagai bahan bakar alternatif
Baca juga: RDF dinilai ramah lingkungan dan ekonomis
Baca juga: Heru paparkan soal stunting hingga RDF saat evaluasi di Kemendagri

 

Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2023