Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi (Adpin) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sukaryo Teguh Santoso menyatakan literasi data penting untuk menyasar keluarga berisiko stunting dengan tepat.Data menjadi penting untuk menentukan siapa yang disasar untuk percepatan penurunan stunting ini, yang perlu kita kejar itu, yang belum dinyatakan stunting, karena kalau menyasar yang sudah stunting, keberhasilannya kecil...
"Data menjadi penting untuk menentukan siapa yang disasar untuk percepatan penurunan stunting ini, yang perlu kita kejar itu, yang belum dinyatakan stunting, karena kalau menyasar yang sudah stunting, keberhasilannya kecil, maka kuncinya ada di data," kata Teguh di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan saat ini BKKBN memiliki data 13,5 juta Keluarga dengan Risiko Stunting (KRS), yang terdiri dari ibu hamil, ibu dengan bayi di bawah dua tahun (baduta), dan keluarga yang lingkungannya berisiko melahirkan bayi stunting.
"Kalau 13,5 juta ini didampingi dengan baik, kuantitasnya terdata dengan jelas, konvergensi sudah berjalan, edukasi sudah dilakukan, dan partisipasi masyarakat sudah dibangun, saya kira 13,5 juta ini bisa kita sasar dengan tepat," ujarnya.
Ia memaparkan apabila pemerintah fokus menyasar bayi di bawah lima tahun (balita) yang sudah dinyatakan stunting, maka peluang keberhasilan penanganannya hanya 20 persen.
Baca juga: Kepala BKKBN: Generasi stunting berisiko dapat penghasilan rendah
"Kalau menyasar yang sudah stunting, keberhasilannya hanya 20 persen, karena kan mengikuti perkembangan otaknya, dan otak bayi itu berkembang pada usia 0-2 tahun, sehingga sudah terlambat," ucapnya.
Untuk itu Teguh menekankan pentingnya seluruh kepala daerah memprioritaskan sasaran kepada keluarga berisiko stunting dan calon pengantin.
Menurut Teguh, penurunan stunting bisa tercapai dengan mengacu pada lima pilar terkait stunting sesuai dengan rencana strategis nasional.
Adapun lima pilar kebijakan tersebut, yang pertama yakni komitmen dan visi penurunan stunting. Kedua, komunikasi perubahan perilaku dan ketiga, konvergensi intervensi spesifik dan sensitif. Kemudian keempat, peningkatan ketahanan pangan dan gizi dan kelima, penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, dan riset.
"Kalau kepala daerah bisa berbicara stunting secara teknis itu sudah bagus. Jadi perlu diingatkan kepada kepala daerah untuk memfokuskan program kepada keluarga risiko stunting dan calon pengantin," tuturnya.
Baca juga: BKKBN minta catin rajin edukasi diri untuk cegah anemia dan stunting
Ia juga menyebutkan pentingnya peran tenaga lini lapangan yang terdiri dari Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dengan jumlah sekitar 14 ribu jiwa, para relawan, hingga Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang jumlahnya ada 593.137 orang.
"Tugas mereka itu memberikan literasi tentang stunting, memberikan fasilitasi pelayanan, dan memastikan keluarga yang menerima bantuan sosial dari pemerintah sudah tepat sasaran," katanya.
Ia berharap upaya dan kerja keras yang telah dilakukan oleh seluruh sektor dapat berbuah positif sebelum akhir tahun 2024.
"Kita optimis kalau sekarang angka stunting sudah 17,8 persen (SSGI 2023), harapannya paling tidak di bulan Juli 2024 semua infrastruktur percepatan penurunan stunting yang selama ini telah kita bangun sudah bisa dipetik, dan angka stunting kita bisa sesuai target 14 persen," ujar Teguh.
Baca juga: BKKBN ajak masyarakat kolaborasi turunkan stunting 5,6 persen/tahun
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023