Dalam acara yang berlangsung di Jakarta, Senin, disebutkan bahwa lebih dari 53 persen perusahaan menyatakan bahwa topik keamanan siber secara rutin dibahas di tingkat dewan direksi setiap kuartal, dan bahkan menjadi agenda utama di sebagian besar dewan direksi, menempatkan Indonesia di posisi tertinggi kedua di ASEAN dalam hal itu setelah Filipina.
Selain itu, Palo Alto mencatat sekitar 63 persen organisasi di Indonesia telah meningkatkan anggaran mereka untuk keamanan siber pada tahun 2023. Bahkan, sekitar 30 persen dari mereka melaporkan peningkatan anggaran lebih dari 50 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Peningkatan anggaran dinilai sebagai tren positif yang mencerminkan komitmen organisasi dalam melindungi diri dari ancaman siber yang semakin berkembang. Salah satu faktor yang mendorong peningkatan ini adalah digitalisasi bisnis.
Baca juga: Promotor konser perlu investasi untuk keamanan siber
Laporan Palo Alto menyebut bahwa lebih dari 75 persen perusahaan di Indonesia mengalokasikan dana tambahan untuk meningkatkan keamanan siber di sektor digitalisasi, menjadikan Indonesia sebagai pemimpin di wilayah Asia Pasifik dalam hal tersebut
Wakil Direktur Regional untuk ASEAN di Palo Alto Networks Steven Scheurmann mengatakan keyakinan para perusahaan terhadap langkah-langkah pertahanan keamanan siber yang mereka lakukan menunjukkan bahwa perusahaan telah dan akan terus meningkatkan ketahanan terhadap berbagai macam ancaman siber yang semakin berkembang.
"Di sisi lain, keyakinan tersebut perlu disertai dengan kewaspadaan. Pendekatan proaktif terhadap keamanan siber sangatlah dibutuhkan saat ini, sehingga membutuhkan peran aktif dari semua pihak di dalam organisasi," ujar Scheurmann.
Laporan itu juga mengungkapkan bahwa sekitar 70 persen organisasi di Indonesia sedang mempertimbangkan untuk mengintegrasikan kecerdasan buatan (AI) dalam strategi keamanan siber mereka.
Hal itu dinilai mencerminkan kesadaran terhadap kompleksitas ancaman siber yang semakin berkembang dan pentingnya teknologi AI dalam mendeteksi dan mengatasi ancaman tersebut. Langkah itu diperkirakan akan terus berkembang dalam beberapa tahun mendatang.
Baca juga: Berkas PDF jadi incaran penjahat siber untuk menyebarkan malware
Sementara itu, Country Manager Palo Alto Networks Indonesia Adi Rusli menyoroti tentang pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang masih menganggap bahwa keamanan siber sebagai suatu tindakan yang bersifat jangka pendek.
Menurut dia, hal itu menjadi alasan bagi mayoritas pelaku UKM untuk tidak memperbarui kemampuan keamanan mereka untuk mengimbangi serangan kejahatan siber. Padahal, banyak UKM di ASEAN, termasuk Indonesia, yang berperan penting untuk menopang perekonomian negara.
Oleh karena itu, Adi mengatakan sangat penting bagi pelaku UKM untuk memperbarui kemampuan sistem keamanannya, diiringi dengan strategi penanggulangan insiden yang dapat ditindaklanjuti, sebagai langkah awal untuk memperbaiki strategi keamanan.
"Selain itu, fokus yang lebih besar terhadap otomatisasi proses keamanan siber yang sudah dijalankan juga sangat penting untuk memupuk ketangguhan dan tingkat keyakinan untuk menghadapi serangan siber," kata Adi.
Survei Palo Alto dilakukan secara daring pada April 2023 dengan melibatkan sekitar 500 pimpinan dan pengambil keputusan di bidang IT di lima industri utama di Asia Tenggara, seperti layanan jasa, sektor pemerintahan atau publik, telekomunikasi atau teknologi, transportasi dan logistik, serta manufaktur.
Terdapat sekitar 100 responden yang berasal dari Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand.
Baca juga: Laporan Kaspersky ungkap ancaman siber meningkat ke UMKM Indonesia
Baca juga: Ensign rilis laporan soroti tren ancaman siber di Indonesia
Baca juga: Pemerintah AS ajak pengembang AI membentuk sistem keamanan siber
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023