"Standar pelayanan minimal sel punca ini diatur supaya terapi ini bisa meningkatkan upaya penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan, dan peningkatan kualitas hidup pasien," kata Direktur Tata Kelola Pelayanan Kesehatan Kemenkes Sunarto dalam agenda Uji Publik Peraturan Turunan Undang-Undang Kesehatan diikuti dari YouTube Kemenkes di Jakarta, Selasa.
Sunarto mengatakan penyusunan standar minimal layanan sel punca atau yang dikenal sebagai terapi berbasis sel bertujuan untuk meningkatkan upaya penyembuhan terhadap penyakit.
Penyusunan SPM dilakukan Kemenkes RI bersama lintas sektor terkait, seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, kolegium kedokteran, hingga Komite Pengembangan Sel Punca yang diisi oleh para pakar kesehatan.
Ia mengatakan sel punca yang telah dikembangkan hampir 15 tahun di Indonesia hingga kini belum dilengkapi dengan standar pelayanan minimal (SPM).
Kemenkes telah menerima empat sampai lima SPM yang diusulkan oleh kolegium yang kemudian dilanjutkan pada proses pembuktian keamanan, efektivitas, dan efisiensi sebelum disahkan oleh Menteri Kesehatan RI.
SPM yang kini terkumpul akan memberikan standar mutu dan keselamatan pasien, dan ada jaminan pasien terhadap keselamatan terapi sel punca ini, kata Sunarto menambahkan.
Terapi sel punca pada prinsipnya adalah terapi berbasis sel yang hanya dapat dilakukan untuk tujuan penyembuhan penyakit.
Kemudian pelayanan ini berfungsi sebagai pemulihan kesehatan dan dilarang digunakan untuk tujuan reproduksi.
Menurut Sunarto terapi sel punca dapat dilakukan apabila terbukti keamanan dan khasiatnya. Kemudian prinsip selanjutnya adalah sel punca yang digunakan tidak boleh berasal dari sel punca embrionik.
"Sampai saat ini, baru rumah sakit pendidikan tipe B yang bisa melaksanakan pelayanan sel punca, karena yang bisa kita pastikan bahwa di rumah sakit pendidikan itu unsur penelitiannya berjalan dengan baik," katanya.
Baca juga: Kemenkes uji klinis terapi sel punca untuk pasien COVID-19
Baca juga: Terapi Sel Punca, harapan pengobatan baru di Indonesia
Dalam agenda yang sama, Komite Pengembangan Sel Punca Cynthia Retna Sartika mengatakan sel punca dalam dunia medis di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Kepala BPOM Nomor 18 Tahun 2022 tentang Pedoman Penilaian Obat Berbasis Sel Manusia.
"Di sana disebutkan bahwa sel punca itu masih termasuk obat. Karena dia termasuk obat maka diproduksi secara massal itu harus mempunyai izin edar," katanya.
Perwakilan BPOM Juliati mengatakan pihaknya sedang mencermati secara rinci aturan turunan tersebut sebagai bahan pertimbangan mengingat sel punca tergolong sebagai produk berisiko tinggi berdasarkan konsensus internasional.
“Adanya pelayanan sel punca ini tentunya kita ingin memberikan opsi terapi yang lebih banyak untuk pasien masyarakat Indonesia, namun juga kita harus mengingatkan kembali jangan sampai masyarakat kita mendapatkan risiko," katanya.
Kemenkes telah mendelegasikan aturan turunan dari UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 ke dalam 108 pasal untuk diatur ke dalam 101 pasal PP, dua pasal Peraturan Presiden (Perpres), dan lima pasal Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
Baca juga: BRIN dorong akselerasi riset sel punca di Indonesia
Baca juga: Eijkman dan RSCM jajaki kerja sama PKR sel punca dan forensik genetika
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023