Hasilnya Prabowo dan Ganjar memperoleh dukungan 64,9 persen. Sementara Anies dan Muhaimin mendapat suara 16,6 persen
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengatakan lembaganya menyusun simulasi jika Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 dilaksanakan satu putaran yang diikuti dua pasangan calon presiden-calon wakil presiden, hasilnya Prabowo-Ganjar unggul telak dari pasangan Anies-Muhaimin.
"Hasilnya Prabowo dan Ganjar memperoleh dukungan 64,9 persen. Sementara Anies dan Muhaimin mendapat suara 16,6 persen," kata Denny dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Denny mengatakan jika simulasi tersebut terwujud maka kemenangan Prabowo dan Ganjar dengan selisih di atas 40 persen, akan menjadi kemenangan terbesar dalam sejarah pemilu langsung di Indonesia.
Dia juga mengatakan SBY pernah menang besar di Pilpres 2004 dan 2009, tapi kemenangannya di bawah 61 persen. Sementara Prabowo yang berpasangan dengan Ganjar, kemenangannya bisa menembus angka 62 persen.
"Bagaimana jika dibalik? Ganjar capres-nya, Prabowo cawapres-nya. Mereka juga tetap menang, tapi kemenangannya di angka 60 persen, sementara Anies dan Muhaimin memperoleh 20,6 persen," ujar Denny.
Meski kemenangan tersebut masih terbilang besar tapi selisih kemenangannya di bawah 40 persen, sementara jika Prabowo yang menjadi capres, selisih kemenangannya melampaui 40 persen.
Baca juga: Puan: Peluang Ganjar berpasangan dengan Prabowo mungkin saja
Baca juga: LSI Denny JA: Prabowo dan Anies tipis di kalangan NU dan Muhammadiyah
Baca juga: Puan: Peluang Ganjar berpasangan dengan Prabowo mungkin saja
Baca juga: LSI Denny JA: Prabowo dan Anies tipis di kalangan NU dan Muhammadiyah
"Namun, mungkinkah Ganjar bersedia mengalah menjadi cawapres saja? Jika kalkulasi-nya semata-mata rasional, itu mungkin. Kemenangan Prabowo sebagai capres jauh lebih telak ketimbang kemenangan Ganjar sebagai capres," menurut video tersebut.
Namun, kata Denny, pemilu presiden adalah peristiwa politik, tentu kalkulasi-nya adalah kalkulasi politik, yang pastinya berbeda juga cara menghitung-nya.
"PDIP misalnya, pasti merasa sebagai partai yang terbesar. Partai ini tak ikhlas jika calonnya, kader-nya, petugas partai-nya, hanya menjadi cawapres saja. Apalagi Jika PDIP yakin Ganjar akan mengalahkan Prabowo di putaran kedua," ujarnya.
Menurutnya sebelum pendaftaran capres-cawapres ditutup pada 19-25 November 2023, segala hal masih mungkin saja terjadi.
"Ada pameo terkenal di dunia politik: kecuali mengubah lelaki menjadi perempuan dan mengubah perempuan menjadi laki-laki, politik praktis bisa mengubah apa pun. Itu juga termasuk bisa mengubah siapa pun yang akhirnya menjadi capres dan cawapres," pungkas dia.
Baca juga: Gerindra belum pikirkan Prabowo berduet dengan Ganjar
Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Selain itu, pasangan calon juga dapat diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023