Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempersiapkan sektor keuangan untuk memenuhi komitmen hijau Pemerintah Indonesia, khususnya dalam Perjanjian Paris pada 2050 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Kami perlu memastikan bahwa perekonomian berkelanjutan yang sedang dikembangkan di Indonesia didasarkan pada investasi yang mampu memenuhi persyaratan dari bank (bankable)," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam webinar The 1st OJK International Research Forum di Jakarta, Senin.
Dengan demikian, pembiayaan yang ditargetkan pun harus dapat mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan, yang menggabungkan komitmen perubahan iklim tanpa menghambat kemajuan ekonomi dan sosial.
Pasalnya, kata dia, pada akhirnya pertumbuhan ekonomi akan menopang stabilitas sosial, dimana kedua pilar tersebut merupakan prasyarat untuk memenuhi komitmen perubahan iklim.
Dalam proses mempersiapkan sektor keuangan untuk dapat memenuhi komitmen hijau pemerintah, OJK mengeluarkan lima kebijakan. Pertama, sejak 2015 OJK menerbitkan peta jalan pembiayaan berkelanjutan yang bertujuan untuk membangun kesadaran mengenai keuangan berkelanjutan.
Peta jalan tersebut pun diperluas untuk membangun ekosistem pembiayaan berkelanjutan, memperluas penawaran dan permintaan dana ramah lingkungan, serta meningkatkan penerapan keuangan berkelanjutan di industri jasa keuangan.
Mahendra melanjutkan, kebijakan kedua yang diterapkan yakni dengan menerbitkan Taksonomi Hijau Nasional sebagai panduan komprehensif bagi pengguna. Taksonomi ini mengacu pada model yang dikembangkan secara global, mencakup Taksonomi ASEAN untuk Keuangan Berkelanjutan Versi 2 yang baru saja diterbitkan pada semester II-2023.
Kebijakan ketiga yaitu kegiatan temu bisnis dan jaringan, dengan memfasilitasi diskusi dan pertukaran bisnis antara pemilik proyek ramah lingkungan dan calon pemodal untuk mendorong pembiayaan dan investasi yang lebih besar di sektor hijau.
"Melalui pertukaran ini, kami juga berharap dapat mendorong pengumpulan sumber daya untuk penelitian pra-kompetitif pembangunan berkelanjutan," katanya.
Lebih lanjut, dirinya menyebutkan kebijakan keempat yaitu OJK telah meluncurkan beberapa insentif di bidang penerbitan obligasi ramah lingkungan dan pembiayaan ekosistem kendaraan listrik.
Kolaborasi internasional antar pemangku kepentingan turut dilakukan secara terus menerus, termasuk secara aktif berkontribusi pada berbagai badan penetapan standar termasuk Dewan Stabilitas Keuangan, Komite Dasar Pengawasan Perbankan, serta Jaringan Bank Sentral dan Pengawas Penghijauan Sistem Keuangan.
Adapun kebijakan kelima yang dilakukan OJK, yakni meluncurkan kerangka dan peraturan perdagangan karbon pada bulan lalu untuk semakin mendukung upaya penurunan emisi.
Dengan aturan tersebut, Mahendra menjelaskan akan terdapat bursa karbon untuk memberikan mekanisme penandaan yang akan membantu mendukung Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional (Nationally Determined Contribution/NDC) pemerintah, sekaligus menyeimbangkan transisi bertahap dan lancar menuju perekonomian berkelanjutan yang tidak mengakibatkan deindustrialisasi.
"Bursa karbon ini akan diluncurkan besok oleh Presiden Joko Widodo," tutur Mantan Wakil Menteri Luar Negeri tersebut.
"Kami perlu memastikan bahwa perekonomian berkelanjutan yang sedang dikembangkan di Indonesia didasarkan pada investasi yang mampu memenuhi persyaratan dari bank (bankable)," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam webinar The 1st OJK International Research Forum di Jakarta, Senin.
Dengan demikian, pembiayaan yang ditargetkan pun harus dapat mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan, yang menggabungkan komitmen perubahan iklim tanpa menghambat kemajuan ekonomi dan sosial.
Pasalnya, kata dia, pada akhirnya pertumbuhan ekonomi akan menopang stabilitas sosial, dimana kedua pilar tersebut merupakan prasyarat untuk memenuhi komitmen perubahan iklim.
Dalam proses mempersiapkan sektor keuangan untuk dapat memenuhi komitmen hijau pemerintah, OJK mengeluarkan lima kebijakan. Pertama, sejak 2015 OJK menerbitkan peta jalan pembiayaan berkelanjutan yang bertujuan untuk membangun kesadaran mengenai keuangan berkelanjutan.
Peta jalan tersebut pun diperluas untuk membangun ekosistem pembiayaan berkelanjutan, memperluas penawaran dan permintaan dana ramah lingkungan, serta meningkatkan penerapan keuangan berkelanjutan di industri jasa keuangan.
Mahendra melanjutkan, kebijakan kedua yang diterapkan yakni dengan menerbitkan Taksonomi Hijau Nasional sebagai panduan komprehensif bagi pengguna. Taksonomi ini mengacu pada model yang dikembangkan secara global, mencakup Taksonomi ASEAN untuk Keuangan Berkelanjutan Versi 2 yang baru saja diterbitkan pada semester II-2023.
Kebijakan ketiga yaitu kegiatan temu bisnis dan jaringan, dengan memfasilitasi diskusi dan pertukaran bisnis antara pemilik proyek ramah lingkungan dan calon pemodal untuk mendorong pembiayaan dan investasi yang lebih besar di sektor hijau.
"Melalui pertukaran ini, kami juga berharap dapat mendorong pengumpulan sumber daya untuk penelitian pra-kompetitif pembangunan berkelanjutan," katanya.
Lebih lanjut, dirinya menyebutkan kebijakan keempat yaitu OJK telah meluncurkan beberapa insentif di bidang penerbitan obligasi ramah lingkungan dan pembiayaan ekosistem kendaraan listrik.
Kolaborasi internasional antar pemangku kepentingan turut dilakukan secara terus menerus, termasuk secara aktif berkontribusi pada berbagai badan penetapan standar termasuk Dewan Stabilitas Keuangan, Komite Dasar Pengawasan Perbankan, serta Jaringan Bank Sentral dan Pengawas Penghijauan Sistem Keuangan.
Adapun kebijakan kelima yang dilakukan OJK, yakni meluncurkan kerangka dan peraturan perdagangan karbon pada bulan lalu untuk semakin mendukung upaya penurunan emisi.
Dengan aturan tersebut, Mahendra menjelaskan akan terdapat bursa karbon untuk memberikan mekanisme penandaan yang akan membantu mendukung Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional (Nationally Determined Contribution/NDC) pemerintah, sekaligus menyeimbangkan transisi bertahap dan lancar menuju perekonomian berkelanjutan yang tidak mengakibatkan deindustrialisasi.
"Bursa karbon ini akan diluncurkan besok oleh Presiden Joko Widodo," tutur Mantan Wakil Menteri Luar Negeri tersebut.
Baca juga: OJK bersama Komisi XI DPR sosialisasikan bahaya pinjol ilegal
Baca juga: OJK meminta AdaKami klarifikasi informasi di sosmed
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Imam Budilaksono
Copyright © ANTARA 2023