Hal tersebut dikarenakan dari perubahan yang terjadi secara langsung bisa membahayakan beberapa sektor di daerah, seperti kelautan, kesehatan, serta pertanian yang menyebabkan penurunan produktifitas padi.
"Tak hanya padi, komoditas lain juga terpengaruh," katanya dalam acara Bencana Akibat Perubahan Iklim disiarkan secara daring di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan secara umum perubahan iklim terjadi di dua dimensi, yakni iklim atmosfer dan laut.
Menurut dia, kedua dimensi tersebut dapat memberikan dampak kebencanaan yang dapat menghambat perkembangan daerah.
Baca juga: Pakar: Ketidakpastian iklim sebabkan risiko bencana
Ia menjelaskan perubahan iklim laut akan membahayakan sektor kelautan, seperti keselamatan pelayaran dan ketidakstabilan pesisir atau abrasi.
Perubahan iklim atmosfer, kata dia, akan berdampak pada kekeringan, banjir, penurunan ketersediaan air, dan produksi padi.
Selain itu, perubahan yang terjadi juga bisa membahayakan sektor kesehatan, seperti meningkatnya kasus penyakit demam berdarah dengue (DBD).
Santoso memberikan contoh dari hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Barat, perubahan iklim berdampak pada ketersediaan sumber daya air.
Dalam penelitian tersebut dirinya menyampaikan proyeksi debit rata-rata pada 2034-2049, dominasi penurunan kuantitas air terbesar yakni di wilayah selatan Jawa Barat dimulai dari Garut hingga Pangandaran, Metropolitan Cirebon Raya, serta sebagian kecil wilayah Purwakarta, Subang, Karawang, Bogor, dan Sukabumi.
Penelitian yang dilakukannya juga melihat adanya penurunan produksi padi di Jawa Barat akibat turunnya intensitas air yang disebabkan perubahan iklim.
"Untuk total Jawa Barat diproyeksikan terjadi penurunan produksi," katanya.
Baca juga: Transisi energi punya peran penting dalam mitigasi perubahan iklim
Baca juga: RI tekankan stabilitas batas negara hadapi kenaikan air laut di AALCO
Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2023