• Beranda
  • Berita
  • Ketika Teori Relativitas Einstein dipakai untuk jejak eksoplanet

Ketika Teori Relativitas Einstein dipakai untuk jejak eksoplanet

9 Februari 2018 12:06 WIB
Ketika Teori Relativitas Einstein dipakai untuk jejak eksoplanet
Potret Albert Einstein yang diambil tahun 1947. (www.wikipedia.org)
Jakarta (ANTARA News) - Dengan bantuan Lubang Hitam supermasif dan Teori Relativitas Umum Albert Einstein, sekelompok peneliti menyatakan bahwa untuk pertama kalinya berhasil dideteksi planet-planet di luar Galaksi Bima Sakti.

Menemukan planet dalam galaksi kita cukup sulit, namun menemukan planet di galaksi-galaksi lebih jauh justru lebih menantang, kata mereka dalam laman Space.com.

"Bahkan di dalam Bima Sakti, eksoplanet-eksoplanet (planet di luar Tata Surya) sulit dideteksi," kata Xinyu Dai, astronom pada Universitas Oklahoma dan pemimpin penelitian ini.  "Galaksi-galaksi amat sangat jauh dari kita, oleh karena itu ada tatanan magnitudo yang lebih rumit dalam mendeteksi planet-planet di galaksi lain."

Dai dan rekannya, Eduardo Guerras, menggunakan Observatorium Sinar X Chandra milik NASA untuk meneliti lingkungan di sekitar sebuah Lubang Hitam superbesar di pusat sebuah galaksi yang jaraknya 3,8 miliar tahun cahaya dari Bumi.

Galaksi ini adalah tempat muasal sebuah quasar, yakni sumber cahaya yang amat terang yang diyakini tercipta ketika sebuah lubang hitam yang sangat besar mengakselerasi material di sekitarnya.

Tetapi para peneliti mangatakan hasil penelitian mereka ini telah mengungkapkan kehadiran planet-planet di sebuah galaksi yang terletak antara Bumi dan quasar itu.

Lebih jauh para ilmuwan ini mengungkapkan bahwa hasil penelitian mereka menunjukkkan pada kebanyakan galaksi, ada sekitar 2.000 planet yang bebas mengambang untuk setiap bintang di galaksi itu.  Itu artinya ada triliunan planet tanpa bintang yang bergerak dalam galaksi yang terletak antara quasar dan Bumi Sakti.

Pada saat Dai dan Guerras mengarahkan Chandra ke quasar RX J1131-1231, mereka ingin memanfaatkan kaca pembesar alam yang sudah diprediksi oleh teori relativas umum dari Albert Einstein --sebuah prosedur yang dikenal sebagai lensa atau mikrolensa gravitasi-- untuk meneliti lebih dalam Lubang Hitam yang menghasilkan quasar itu.

Mengingat cahaya dari galaksi yang lebih jauh --dalam hal ini galaksi yang mengandung quasar itu-- berjalan di sekitar sebuah galaksi yang lebih kecil di latar depannya, maka gaya gravitasi telah memperbesar cahaya dari galaksi quasar itu sehinga memudahkan astronom untuk menyaksikannya kendati sangat jauh untuk diamati.

"Tujuan utama pengamatan ini adalah mempelajari lingkungan di Lubang Hitam supermasif itu," kata Dai.

Baca juga: Punya air 250 kali lebih banyak dari Bumi, adakah kehidupan di planet ini?

Begitu Dai dan Guerras menemukan empat citra yang diciptakan lewat pelensaan quasar, mereka mendapati bahwa setiap citra itu sedikit lebih berbeda satu sama lain.

Cahaya dari quasar latar belakang pecah menjadi empat jalur yang menciptakan empat citra mengenai quasar itu.

Jika galaksi yang diamati itu adalah blok tunggal massa yang tersebar rata, maka setiap jalur cahayanya pun akan bergeser rata. Tapi galaksi-galaksi itu jauh lebih berantakan di mana ada bintang yang terkluster ketat di beberapa bagian, tetapi ada juga yang lebih renggang di bagian lainnya.

Setelah melihat faktor pada tingkat mana bintang bisa mendistorsi hasil penelitian, para ilmuwan menyimpulkan bahwa variasi-variasi tak terungkapkan bisa berasal dari pelensaan gravitasi yang disebabkan planet-planet di dalam galaksi lebih dekat. (Mikrolensing sudah digunakan sebagai teknik dalam mencari eksoplanet di galaksi kita).

Selama beberapa tahun, Chandra telah 38 kali mengamati quasar itu dan para ilmuwan menemukan tanda-tanda khas seperti planet selama observasi itu. Mengingat perbedaan-perbedaan itu bisa muncul dari "hotspot" di dalam piringan akresi di sekitar lubang hitam itu, penelitian sebelumnya yang juga diikuti Dai menyimpulkan bahwa hal ini kemungkinan tak terjadi.

Dengan meneliti bagaimana citra individual hasil mencitrai pergeseran galaksi, para peneliti bisa menaksir berapa banyak planet yang mengambang bebas yang menjadi penyebab munculnya citra itu.

Mengingat jumlah planet bervariasi tergantung berapa besar galaksi, peneliti memperkirakan bahwa ada 2.000 planet bebas mengambang untuk setiap bintang di bagian depan galaksi.  Semesta seperti ini kebanyakan membentuk sistem planet tetapi dicampakkan oleh raksasa gas seperti Yupiter membersihkan sistem tata surya muda.

Planet-planet seukuran Bulan dan Yupiter.  "Jumlah pasti planet-planet ini dalam analisis mereka tergantung kepada asumsi-asumsi khusus, dan ketidakpastiannya besar," kata Przemek Mróz, peneliti dari Universitas Warsawa di Polandia.

Menurut Mróz, menentukan seberapa banyak planet mengambang di planet itu adalah sulit dijawab. Namun dengan meneliti variasi-variasi yang mirip di galaksi-galaksi lain akan bisa membantu memastikan jumlahnya, sambung Mróz.

Hasil penelitian ini diterbitkan dalam  The Astrophysical Journal Letters.

Baca juga: Miliaran virus jatuh ke Bumi setiap hari


Pewarta: -
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018