"Berdasarkan hasil pertemuan terbatas bersama pemerintah pusat di Jakarta, maka disepakati para penambang yang sedang melakukan aktivitas penambangan emas secara ilegal di lokasi Gunung Botak untuk meninggalkan lokasi tersebut," katanya, di Ambon, Kamis.
Jangka waktu yang diberikan tersebut merupakan salah satu dari tiga program prioritas yang diputuskan Pemerintah Pusat pada pertemuan dengan pemprov Maluku, di Jakarta pada awal pekan ini.
Pertemuan dipimpin Menteri koordinator (Menko) Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam), Wiranto, dihadiri pejabat Kementerian Kemaritiman, Kementerian energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan (LHK), Kejaksaan Agung serta pimpinan TNI dan Polri.
Zeth yang dalam pertemuan tersebut didampingi Kadis ESDM Maluku, Martha Nanlohy dan Kepala Badan Lingkungan Hidup Maluku, Vera Tomasoa, mengemukakan, tiga program ditetapkan sebagai prioritas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk ditangani lintas kementerian.
Prioritas lainnya yang diputuskan yakni memberikan kewenangan dan tangung jawab kepada TNI dan Polri untuk mengeluarkan para penambang ilegal dari kawasan Gunung Botak, jika jangka waktu satu bulan yang diberikan telah berakhir.
Selain itu, berbagai usaha terkait penambangan emas di kawasan Gunung Botak harus mendapat ijin resmi dari pemerintah, serta akan dilakukan penataan menyeluruh terutama mengatasi masalah pencemaran lingkungan akibat penggunaan merkuri dan sianida oleh para penambang emas ilegal.
"Jadi semua program yang diputuskan akan menjadi prioritas nasional, di mana program yang dilakukan melibatkan kementerian terkait, khususnya menyangkut masalah penambang serta masalah kerusakan lingkungan yang terjadi," ujarnya.
Khusus penataan lingkungan kawasan Gunung Botak dan upaya mengatasi kerusakan lingkungan, harus dilakukan menyeluruh dan cepat sehingga tidak berdampak terhadap kesehatan masyarakat, serta kawasan penambangan tersebut dapat memberikan hasil optimal bagi kesejahteraan masyarakat setempat.
Masing-masing kementerian terkait, juga akan menyusun program penanganan kawasan penambangan Gunung Botak yang mencakup berbagai aspek serta mengatasi masalah yang timbul, serta pembiayaannya ditangani langsung pemerintah pusat.
"Memang masalah penambangan emas ilegal di Gunung Botak ini menjadi kewenangan Pemprov Maluku serta Kabupaten Buru, tetapi mengingat dampaknya telah menimbulkan kerusakan lingkungan dan dikhawatirkan mengancam kesehatan masyarakat, sehingga Pemerintah Pusat di bawah koordinasi Kementerian Polhukam, mengambil alih tangung jawab penanganannya secara komprehensif lintas kementerian," katanya.
Zeth mengakui, bahwa tim terpadu bentukan Menko Polhukam telah melakukan pengkajian terkait penambangan emas ilegal di Gunung Botak pada 2 Maret 2018, menyusul diinstruksikan Presiden, Joko Widodo untuk menutup lokasinya sejak 24 Februari 2017.
Program prioritas yang dihasilkan tersebut diharapkan menjadi payung hukum penanganan kawasan Gunung Botak dengan memperhatikan berbagai pertimbangan dari sejumlah lembaga berkompeten terkait masalah lingkungan lainnya.
Dia merasa prihatin dengan pengolahan emas di Gunung Botak oleh ribuan penambang dari luar Maluku melalui sistem rendaman yang mengunakan bahan kimia asam sianida, merkuri, castik dan cairan H02 di sungai Anahoni.
Sebelumnya, Kadis ESDM Maluku, Martha Nanlohy mengemukakan, transaksi bahan sianida maupun merkuri di lokasi penambangan emas Gunung Botak semakin marak. "Bayangkan saja harga sianida saat ini dijual Rp3,5 juta/liter, menyusul sebelumnya hanya Rp1 juta/liter," katanya.
Padahal, aktivitas penambangan ilegal itu telah ditutup personil Polisi maupun TNI-AD dibantu Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemkab Buru pada 15 Februari 2018.
Data yang dihimpun sebanyak 13.000 lebih penambang beraktivitas di Gunung Botak. Walau sudah dilakukan penyisiran sebanyak 25 kali dan dilanjutkan dengan penutupan, ternyata masih banyak penambang yang beroperasi di kawasan tersebut.
Baca juga: Gubernur Maluku desak pemerintah pusat tangani Gunung Botak
Pewarta: Jimmi Ayal
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018