"Perayaan Seba Badui itu rituan tahunan yang diselenggarakan masyarakat Badui," kata Kasubag Pemberitaan Humas Sekretariat Pemerintahan Kabupaten Lebak, Aep Dian Hendriawan di Lebak, Rabu.
Pelaksanaan Seba Badui digelar 20 April 2018 bertempat di Gedung Pendopo Pemerintah Kabupaten Lebak dengan dihadiri sebanyak 2.000 warga Badui Dalam berpakaian putih-putih dengan ikat kepala putih juga Badui Luar berpakaian putih-putih dengan ikat kepala atau lomar hitam.
Perayaan Seba Badui tahun ini tentu berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya karena memasuki usia satu abad yang dilaksanakan masyarakat Badui.
Bahkan, perayaan Seba Badui dihadiri Menteri Pariwisata Arief Yahya dan Pemerintah Kabupaten Lebak secara resmi sudah mengundangnya.
Selain itu juga akan dihadiri mantan bupati dan para tokoh masyarakat Lebak.
Perayaan ritual budaya masyarakat Badui tersebut menampilkan berbagai kerajinan,diantaranya kain tenun, tas koja, batik dan aneka souvenir.
Di samping itu juga berbagai produk kuliner khas masyarakat Lebak,seperti sale pisang, makanan camilan dan tradisional, abon ikan, gula semut, kerupuk emping dan kerajinan anyaman bambu.
"Kami menilai perayaan Seba Badui tahun ini dapat mendongkrak kunjungan wisata domestik dan wisatawan asing," katanya menjelaskan.
Menurut dia, kegiatan Seba Badui masyarakat Badui berjalan kaki sejauh dua kilometer dengan membawa aneka hasil pertanian ladang huma.
Produksi hasil bumi itu diantaranya padi, gula aren, pisang, sayur-sayuran dan palawija.
Selama ini, kehidupan masyarakat Badui mengandalkan dari hasil bercocoktanam pertanian ladang darat dan tidak boleh menggarap lahan persawahan dengan menggunakan cangkul maupun alat teknologi.
Masyarakat Badui bercocok tanam sangat organik dan tidak menggunakan pupuk kimia maupun pestisida.
"Dari hasil pertanian ladang itu, sebagian diantaranya diserahkan hasil bumi kepada kepala daerah," katanya.
Ia mengatakan, perayaan Seba Badui merupakan bentuk silatuhrahmi masyarakat Badui dengan kepala daerah, yakni bupati dan gubernur sebagai "Bapak Gede" atau kepala pemerintah daerah.
Kegiatan Seba Badui dilakukan setelah warga Badui menjalani ritual kawalu selama tiga bulan. Ritual kawalu berlangsung selama tiga bulan dan pada kurun waktu tersebut kawasan Badui tertutup bagi wisatawan.
Seba Badui merupakan upacara tradisi sakral warga Badui yang tinggal di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak yang telah dilaksanakan secara turun temurun sejak zaman Kesultanan Banten.
Perayaan Seba Badui itu nanti disampaikan dari masyarakat Badui yakni menitipkan pesan kepada pemerintah untuk menjaga kelestarian alam, hutan, dan lingkungan.
Sebab, masyarakat Badui tinggal di kawasan hutan Gunung Kendeng dan perlu pengamanan dan penjagaan agar kelestarian hutan tersebut tidak menimbulkan malapetaka bencana alam.
"Kami berharap Seba Badui bisa dibantu oleh Kementerian Pariwisata menjadikan destinasi wisata budaya yang mendunia," ujarnya.
Tokoh masyarakat Badui yang juga Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Saija mengatakan bahwa peringatan upacara adat tersebut dilaksanakan sejak turun-temurun sebagai bukti kesetiaan terhadap kepala pemerintah.
Peringatan Seba selain silaturahmi dengan pejabat pemerintah juga memberikan hasil pertanian sekaligus menyampaikan berbagai pesan keluhuran atau kearifan lokal tradisi Badui.
"Juga menyampaikan pesan kepada Bupati Lebak dan Gubernur Banten sebagai kepala pemerintah daerah," katanya.
Pelaksanaan Seba tahun 2018 dinamakan "Seba Gede" karena dihadiri ribuan orang, dan berbeda dengan "Seba Leutik" yang hanya dihadiri ratusan orang.
Warga Badui setelah selesai memperingati tradisi Seba di Pendopo Pemkab Lebak akan dilanjutkan kembali untuk bertemu dengan Gubernur Banten Wahidin Halim.
"Kami juga merasa kewajiban untuk merayakan Seba bersama Gubernur Banten," katanya.
Baca juga: Menpar undang artis hingga pengusaha promosikan pariwisata
Baca juga: 1.658 warga Badui lanjutkan Seba ke Gubernur
Pewarta: Mansyur
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018