"Dari pendataan sementara yang kami lakukan, ada 43 orang laki-laki, 25 perempuan dewasa, dan 8 anak-anak. Seluruhnya mengalami dehidrasi atau kekurangan cairan akibat terkatung-katung di laut," ungkap Rahmat Aulia, Humas ACT Aceh, dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA News.
Menurut Koordinator Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) – ACT Bireuen sejumlah pengungsi rohingya langsung mendapatkan penanganan medis.
"Kondisi saat ini, ada 5 orang Rohingya yang sakit, yakni 3 orang lelaki dan 2 orang perempuan. MRI Bireuen melakukan pendampingan selama proses perawatan. Tim medis darurat sudah hadir di lokasi," jelas Hidayat.
Berdasarkan informasi yang didapat oleh MRI Aceh, kapal kayu yang ditumpangi puluhan orang Rohingya itu berangkat mengungsi langsung dari Myanmar, kemudian terdampar di Aceh.
"Belum ada informasi kapan mereka berangkat dari Myanmar dan mengapa mereka melarikan diri dari sana," kata Hidayat.
"Kini seluruh pengungsi Rohingya itu sudah ditangani oleh Pemkab Bireun untuk dilakukan pendataan dan perawatan bagi yang sakit. Di sini juga sudah ada BPBD Bireun dan TNI untuk membantu menangani para pengungsi. Penampungan sementara mereka diberikan ruangan di aula SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) milik Pemkab Bireuen," tambahnya.
Hidayat mengatakan, gelombang pengungsi yang terdapar di Bireun Jumat siang ini merupakan gelombang pengungsi kedua yang tiba di Aceh. Beberapa pekan lalu, tepatnya Kamis (5/4), lima pengungsi Rohingya tiba lebih dulu di Kota Langsa, Aceh. Mereka telah ditangani oleh pihak imigrasi Aceh.
Pada Jumat sekitar pukul 14.00 WIB, pesisir Pantai Kuala Raja, Kabupaten Bireun, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, mendadak ramai. Sebuah kapal kayu besar dan kumuh merapat di tepian pantai diirngi teriknya sinar matahari.
Kapal tua tersebut dipenuhi dengan puluhan orang-orang berwajah pilu, seperti kelelahan.
Mereka mengaku sudah hampir satu minggu terombang ambing di laut dengan menggunakan perahu ikan berbobot 10 GT.
Baca juga: Seminggu terombang-ambing di laut, 76 Rohingya terdampar di Aceh
Pewarta: Monalisa
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018