"Hal ini penting supaya pekerja asing yang ada di Indonesia tidak melanggar hukum dan tetap menjaga adanya peluang kerja bagi pekerja Indonesia di sektor-sektor yang tidak bisa dimasuki oleh pekerja asing," kata Peneliti CIPS Imelda Freddy di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, penyederhanaan beberapa izin yang terdapat di dalam Perpres sudah tepat, seperti Pasal 10 ayat 1 yang menyatakan bahwa pemberi kerja pekerja asing tidak wajib memiliki Rencana Penempatan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) bagi pekerja asing yang dipekerjakan, yang ditujukan untuk pekerjaan khusus seperti diplomat, konsuler dan pemegang saham.
Ia berpendapat bahwa selain dapat menghemat waktu, penyederhanaan ini pun akan mengurangi proses birokrasi yang berbelit-belit, serta mengurangi dokumen-dokumen persyaratan.
Penyederhanaan juga dituangkan dalam pasal 20, yaitu adanya penyederhanaan prosedur dalam hal visa, dimana permohonan visa tinggal terbatas (VITAS) untuk bekerja sekarang dapat digunakan juga sebagai permohonan untuk izin tinggal sementara atau ITAS.
"Namun pemerintah juga harus memastikan mereka yang melanggar aturan harus dikenai sanksi tegas. Jangan sampai dengan alasan investasi, pemerintah melonggarkan penegakan hukum kepada para pekerja asing. Pihak pemberi kerja juga harus bertanggung jawab terhadap status keimigrasian pekerja asing yang bekerja untuk pihaknya," tegas Imelda.
Ia menyoroti masih ada pihak yang memanfaatkan hal ini dengan turut serta mendatangkan para pekerja kasar, kebanyakan dari China, yang pekerjaannya bisa dikerjakan oleh pekerja Indonesia.
CIPS memandang pemerintah tinggal menjalankan mekanisme pengawasan dan juga menyeleksi permohonan izin untuk bekerja di Indonesia dengan ketat.
"Kehadiran pekerja asing di Indonesia tidak dapat dihindari dalam era sekarang ini. Namun kehadiran mereka harus membawa manfaat bagi pekerja lokal," ucapnya.
Untuk itu, ujar dia, Pemerintah juga harus benar-benar memastikan bahwa mereka tidak melanggar hukum yang berlaku.
Sebelumnya, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memperkirakan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing diperkirakan dapat mendorong meningkatan investasi hingga 20 persen.
Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 bertajuk "Kepastian Izin TKA dan Perbaikan Iklim Investasi di Indonesia" di Jakarta, Senin (23/4) mengatakan izin penggunaan TKA merupakan salah satu keluhan utama investor yang berinvestasi di Indonesia.
"Di izin TKA ini mereka (investor) dipingpong dan diputar-putar. Kalau aturan ini benar-benar jalan reformasinya dalam payung `Online Single Submission`, menurut saya bisa 10-20 persen mungkin peningkatannya," katanya.
Mantan Menteri Perdagangan itu memastikan investasi yang terus meningkat akan mendorong penggunaan TKA. Pasalnya, investor internasional telah mempertaruhkan modal miliaran dolar di negara lain dengan risiko.
Baca juga: Lekat: Isu TKA dipolitisasi timbulkan ketakutan masyarakat
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018