Peristiwa naas yang dialami wanita asal "Serambi Mekkah" itu, tidak hanya mengejutkan pihak keluarganya yang berada di Aceh, tetapi juga membuat duka bagi civitas Universitas Negeri Medan (Unimed).
Karena, Tri Suci merupakan mahasiswi S-1 program studi (prodi) Seni Rupa pada FBS Unimed.
Kejadian yang tidak terduga dialami korban tersebut, tidak hanya merugikan dirinya secara pribadi, melainkan juga sekaligus membuat dirinya gagal meraih titel sarjana di Unimed selaku PTN cukup bergengsi di Tanah Air tercinta ini.
Padahal, pihak keluarga sangat berharap agar Tri Suci dapat diwisuda di Unimed sesuai dengan jurusan yang dipilihya tersebut.
Rektor Universitas Negeri Medan Prof Dr Syawal Gultom, MPd, mengatakan Tri Suci Wulandari warga Aceh Tamiang adalah mahasiswi di Unimed
Mahasiswi S-1 itu, sedang menimba ilmu dan mengambil Program Studi (Prodi) Seni Rupa FBS di Unimed.
"Mahasiswi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Unimed itu, menjadi korban dan meninggal dunia akibat musibah tenggelamnya kapal di Danau Toba," ujar Syawal.
Rektor beserta Civitas Unimed turut berduka cita atas meningalnya Mahasiswi Unimed tersebut.
Kapal kayu KM Sinar Bangun mengangkut ratusan penumpang, diperkirakan tenggelam sekitar satu mil dari dermaga Pelabuhan Tigaras, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Senin (18/6) sekitar pukul 17.30 WIB.
Kapal tersebut berangkat dari Dermaga Simanindo, Kabupaten Samosir menuju Pelabuhan Tigaras, Kabupaten Simalungun.
Laporan yang diterima, sebelum tiba di Dermaga Tigaras, tiba-tiba KM Sinar Bangun mengalami oleng akibat pengaruh cuaca buruk berupa angin kencang dan ombak cukup besar.
Kapal tersebut akhirnya tenggelam, sedangkan penumpang panik dan banyak yang melompat ke perairan Danau Toba untuk menyelamatkan diri.
Dari proses pencarian yang dilakukan, tim gabungan telah menemukan 19 korban selamat dan tiga korban tewas.
Ketiga orang yang meninggal dunia itu, yakni Tri Suci Wulandari (24) warga Aceh Tamiang, Fahriyanti (47) warga Kota Binjai dan Indah Juwita Saraghih (22) warga P.Sidamanik.
Baca juga: Ini identitas tiga jenazah korban KM Sinar Bangun
satu keluarga meninggal
Satu keluarga warga Kota Binjai, Sumatera Utara, ikut menjadi korban tenggelamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba, hingga sekarang masih dalam pencarian.
Tempat tinggal keluarga Burhanudin yang menjadi korban tenggalamnya KM Sinar Bangun adalah di Jalan Gunung Bendahara Kelurahan Pujidadi, Kecamatan Binjai Selatan, Kota Binjai.
Warga setempat ramai-ramai mendatangi rumah korban yang dalam keadaan semua pintunya terkuci.
Berdasarkan keterangan tetangga korban, Burhanuddin pergi berwisata ke Danau Toba bersama istri dan kelima orang anaknnya termasuk Maya Oktavianty.
"Warga mengetahui keluarga Burhanudin menjadi korban tenggelamnya KM Sinar Bangun, berawal dari pengumuman BPBD dan SAR di lokasi wisata Danau Toba terhadap temuan sebuah tas berisi telepon seluler dan KTP atas nama Maya Oktavianty, merupakan anak korban," katanya.
Dalam kartu indentitas itu, Maya Oktavianty merupakan warga Jalan Gunung Bendahara Kelurahan Pujidadi Kecamatan Binjai Selatan, Kota Binjai.
Ia menerangkan, Burhanuddin bersama istrinya, Fahrianty serta kelima anaknya, yakni Dedi Handrian, Neneng Nur Ainun, Maya Oktavianty, Dika Ferdian, dan menantunya Yani berangkat ke Danau Toba.
Erwin menjelaskan, pada Senin, (18/6), sekitar pukul 04.00 WIB diititipkan kunci rumah oleh Burhanuddin karena akan pergi wisata ke Danau Toba bersama keluarganya.
"Mereka berangkat waktu itu mempergunakan sepeda motor, warga juga sudah mencoba menghubungi Burhanuddin melalui telepon genggamnya namun tidak tersambung," katanya.
Bahkan, anak kandung korban yang saat ini berada di Sibolga untuk ikut melacak keberadaan orang tua dan keluarganya.
"Kami berharap agar Burhanuddin dan seluruh keluarganya segera memberikan kabar jika memang dalam keadaan selamat dan tidak termasuk menjadi korban tenggelamnya kapal yang terjadi di perairan Danau Toba tersebut," katanya.
Baca juga: Data sementara 206 penumpang KM Sinar Bangun
harapan keluarga korban
Keluarga penumpang KM Sinar Bangun yang tenggelam, Senin (18/6), di perairan Danau Toba, Sumatera Utara, masih berharap kerabatnya hidup ataupun paling tidak jenazahnya dapat ditemukan sehingga dapat disemayamkan dengan layak.
Lambok Simanjuntak (40), salah seorang warga Kota Tebing Tinggi, yang dua kerabatnya turut menjadi korban tenggelamnya KM Sinar Bangun, Kamis, mengatakan, keluarga besarnya sangat berduka karena sampai saat ini belum mendapat kabar terkait keberadaan kedua kerabatnya Ramli Simbolon (57) dan Piter Simbolon (23).
"Kami berharap jasad bapak kami bisa ditemukan, walaupun kondisi sudah meninggal ataupun masih hidup. Keluarga di rumah berharap besar masih bisa melihat jenazahnya," katanya yang merupakan menantu Ramli Simbolon.
Ia menambahkan istri dari mertuanya, Hotma br Sinaga beberapa hari ini terus meratapi kepergian suami dan anaknya, padahal mertuanya itu sebelumnya pulang ke Samosir tepatnya di Kampung Simbolon, untuk memperbaiki rumah dan membangun tugu.
Awal rencananya kepergian mereka tanpa membawa Piter, dan hanya bersama tukang bangunan yang sengaja dibawa dari Kota Tebing Tinggi.
Karena mereka menggunakan dua sepeda motor, akhirnya Peter juga ikut ke Samosir, dan turut menjadi korban tenggelamnya KM Sinar Bangun di perairan Danau Toba.
Sementara tukang bangunan yang di bawa bernama Rusmadi (52) diketahui warga Jalan Danau Singkarak, Kelurahan Lubuk Baru, Kecamatan Padang Hulu, Kota Tebing Tinggi, juga turut hilang dan sampai saat ini jasadnya belum ditemukan.
Ia juga menceritakan mertuanya (Ramli Simbolon), merupakan orang yang ulet bekerja, walaupun masih bertugas sebagai aparatur sipil negara (ASN) di Bappeda Serdang Bedagai, namun juga berjualan sembako di Pasar Gambir, Kota Tebing Tinggi.
"Mertua kami ini sangat ulet dalam bekerja, sampai uang tabungannya disempatkan untuk membangun tugu di kampung halamannya di Samosir. Sementara Piter Simbolon baru saja menyelesaikan wisuda dari perguruan tinggi Advent yang ada di Pematang Siantar," jelasnya.
Baca juga: Keluarga korban KM Sinar Bangun masih berharap
Pewarta: Munawar Mandailing
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018