• Beranda
  • Berita
  • Fraksi PPP wacanakan angket PKPU larangan mantan napi korupsi

Fraksi PPP wacanakan angket PKPU larangan mantan napi korupsi

2 Juli 2018 18:35 WIB
Fraksi PPP wacanakan angket PKPU larangan mantan napi korupsi
Arsip - Wakil Sekjen DPP PPP Bidang Organisasi, Keanggotaan dan Kaderisasi Achmad Baidowi (kedua kiri) bersama Wakil Sekjen DPP PPP Hasan Husaeri (kedua kanan) dan Khairul Saleh (kanan), serta Ketua Departemen Hukum dan Advokasi DPP PPP Arif Sahudi (kiri) menunjukan surat kasasi dari Mahkamah Agung, di Kantor DPP PPP, Jalan Diponegoro, Jakarta, Selasa (12/12/2017). (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
Jakarta (ANTARA News) - Fraksi PPP DPR RI mewacanakan digulirkannya Hak Angket terkait telah dikeluarkannya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang melarang eks-narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif, kebijakan itu diduga melanggar beberapa Undang-Undang.

"Kami berbicara keras tentang larangan napi korupsi menjadi caleg itu bukan pada substansi menolak niatannya namun lebih pada prosedur hukum yang dilanggar," kata Wakil Sekretaris Jenderal PPP Achmad Baidowi, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

Dia mengatakan opsi digulirkannya hak angket tersebut sudah menjadi pembicaraan informal di internal Komisi II DPR dan tidak menutup kemungkinan akan terwujud kalau masalah tersebut tidak ada penyelesaiannya.

Hal itu menurut anggota Komisi II DPR itu sama ketika Panitia Khusus Hak Angket terkait Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang digulirkan tahun 2009 yang berawal dari obrolan informal.

"Namun sampai saat ini belum ada yang mengajukan secara resmi yaitu tertulis, hanya sebatas wacana namun kami mencoba mencari solusi terbaik," ujarnya.

Baidowi menduga PKPU tersebut telah melanggar beberapa UU yaitu Pasal 240 ayat 1 UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yaitu caleg tidak pernah mendapatkan hukuman dengan ancaman di atas lima tahun penjara kecuali menyatakan dirinya secara terbuka bahwa yang bersangkutan mantan napi.

Menurut dia dalam UU tersebut tidak dilarang eks-narapidana kasus korupsi menjadi caleg sehingga sehari keluar dari penjara diperbolehkan mendaftar asalkan menyampaikan surat secara terbuka.

"Kedua, diduga melanggar pasal 75 ayat 4 UU Pemilu disebutkan bahwa KPU dalam menyusun PKPU wajib berkonsultasi dengan pemerintah dan DPR dalam rapat dengar pendapat," katanya.

Dia mengatakan istilah rapat konsultasi memang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi namun dalam aturan pasal 75 ayat 4 UU Pemilu itu, KPU harus berkonsultasi dengan DPR.

Baca juga: Selain koruptor, mantan napi kejahatan seksual anak juga dilarang maju caleg

Baca juga: Tjahjo enggan tanggapi penetapan PKPU tentang caleg

Baca juga: PKS dukung aturan larang caleg eks-narapidana korupsi

Baca juga: Mantan koruptor resmi dilarang jadi caleg Pemilu 2019


Dia mengatakan dalam UU 17 tahun 2014 Jo UU no.2 tahun 2018 pasal 74 ayat 2 menyebutkan bahwa setiap pemerintahan lembaga pemerintahan, lembaga negara, badan hukum wajib menindaklanjuti hasil rapat dengar pendapat.

"Kita sudah tahu hasil RDP, yaitu semua menolak ketentuan larangan mantan napi koruptor menjadi caleg namun itu diabaikan oleh KPU," ujarnya.

Selain itu menurut dia, dalam UU nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan, ada klausul bahwa setiap perundang-undangan berlaku sejak diundangkan dan pihak yang berhak melakukannya adalah Kementerian Hukum dan HAM.

Menurut dia, Komisi II DPR melakukan koordinasi dan konsultasi dengan semua pihak untuk mengingatkan agar tidak melanggar UU karena KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu harus patuh terhadap UU.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018