Cerita Swiss, cerita Xherdan Shaqiri

3 Juli 2018 14:16 WIB
Cerita Swiss, cerita Xherdan Shaqiri
Gelandang Swiss Xherdan Shaqiri. (AFP /RODRIGO ARANGUA)
Saint Petersburg (ANTARA News) - Menjadi talenta yang frustasi di level klub, Xherdan Shaqiri  berusaha menyelamatkan performa terbaiknya di panggung internasional besar bersama Swiss, selain untuk menempatkan diri di jendela toko Piala Dunia.

Terdegradasi dari Liga Premier bersama Stoke City musim ini, Shaqiri berlari dari separuh lapangan untuk finis pada menit terakhir demi mengalahkan Serbia dan mengerek Swiss ke pertemuan 16 Besar melawan Swedia. Itu adalah bukti bahwa Shaqiri mampu menampilkan sisi terbaiknya.

Tetapi dampak gol keempatnya pada Piala Dunia setelah mencetak hatrik ke gawang Honduras empat tahun silam itu justru meninggalkan kemarahan hebat yang diakibatkan oleh selebrasi golnya.

Shaqiri yang dilahirkan di Kosovo dan rekan satu tim Granit Xhaka menyilangkang dua tangannya dalam gestur dua elang sebagai lambang bendera Albania sehingga Serbia yang selama ini menolak mengakui deklarasi kemerdekaan Kosovo, marah.

Shaqiri juga mengenakan bendera Kosovo pada salah satu sepatunya, tapi selamat dari denda 10.000 franc Swiss sehingga semestinya dilarang dua pertandingan yang jika itu terjadi bakal mengakhiri cepat-cepat kiprahnya dalam Piala Dunia.

Setelah kehebohan itu, Swiss kini mengandalkan gelandang bertubuh mungil tersebut dalam menciptakan perbedaan saat melawan Swedia yang memuncaki Grup G .

Baca juga: Swedia ujian untuk generasi emas Swiss

Gol-gol Shaqiri cenderung spektakuler. Pada babak 16 Besar Euro 2016 dia melepaskan tendangan salto akrobatik ke gawang Polandia yang merupakan salah satu gol terbaik turnamen itu.

Gol itu akhirnya tidak terlalu dianggap karena Swiss harus menentukan nasib dengan adu penalti, dan sejauh ini generasi Swiss yang sangat menjanjikan ini selalu menemui sandungan dalam babak 16 Besar turnamen-turnamen besar.

Peluang emas

Gol menit terakhir Angel Di Maria dalam perpanjangan waktu telah membuat Swiss dikalahkan Argentina dengan margin besar pada Piala Dunia empat tahun silam.

Generasi Shaqiri mungkin memiliki peluang lebih baik dalam membuat terobosan itu untuk mencapai perempatfinal pertama Piala Dunia sejak 1954 saat bertanding di Saint Petersburg, Selasa malam nanti.

Kemampuan dalam menunjukkan kilatan-kilatan kecemerlangan tapi tak sampai mengantarkan negaranya ke level selanjutnya tercermin dari ketidakkonsistenan karir Shaqiri di tingkat klub.

Baca juga: Prediksi Swiss vs Swedia; berlomba hapus catatan buruk

Peran cemerlang di Basel telah membuatnya pindah ke Bayern Muenchen, tetapi setelah gagal merawat kualitasnya untuk terus masuk tim pertama di Bayern Muenchen, dia pun pindah ke Inter Milan.

Kepindahannya ke Stoke City pada 2015 sepertinya ditakdirkan sebagai perkawinan singkat mengenai kenyamanan, tetapi pindah ke salah satu dari enam besar Liga Inggris sejauh ini gagal terwujud karena ketidakkonsistenan dirinya.

Shaqiri berkata kepada satu surat kabar Swiss bahwa "bahkan seorang Ronaldinho hanya pengaruh kecil di tim ini" setelah enam golnya di Liga Premier selama musim ini tak bisa mencegah Stoke terdegradasi.

Pernyataannya itu membuat marah penggemar Stoke yang justru menganggap dia tampil tidak konsisten.

Tetapi, Liverpool menjadi di antara klub besar yang meminatinya dalam pertemuan mengenai klausa buyout Shaqiri sebesar 12 juta pound dengan harapan bakat melimpahnya itu bisa dimanfaatkan pada tingkat maksimal.

Seandainya Shaqiri dapat membuktikan diri pada pertandingan melawan Swedia nanti, maka dia punya kesempatan untuk kembali ke puncak sepak bola Eropa, demikian AFP.

Baca juga: Swiss ingin lepaskan belenggu 64 tahun

 

Penerjemah: Jafar M Sidik
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018