Belgia yang kala itu berada di Grup A kualifikasi zona Eropa sukses meraup delapan kemenangan dan dua hasil imbang demi mencetak tiket ke putaran final Piala Dunia 2014 sebagai pemuncak grup.
Capaian tersebut, segera menimbulkan anggapan generasi emas sepak bola Belgia telah lahir.
Dari sekian banyak nama bintang kesohor yang menghuni skuat Belgia kala itu, dua sosok menjadi yang terpenting yakni gelandang serang Eden Hazard dan bek tengah Vincent Kompany.
Hazard, karirnya melambung sejak hijrah ke Liga Utama Inggris diboyong Chelsea pada 2012, setelah hampir sendirian menyokong Lille meraih trofi ketiga Liga 1 Prancis sekaligus Piala Prancis untuk mencapai dwigelar pada musim 2010-2011.
Lantas bersama Chelsea, meski tak langsung mempersembahkan trofi Liga Inggris, Hazard sukses mengangkat piala Liga Europa 2012-2013 dengan catatan 17 gol di semua kompetisi di musim tersebut.
Sementara Kompany, kala mengawal Belgia tampil perkasa di kualifikasi Piala Dunia 2014 zona Eropa, telah mengangkat sedikitnya lima trofi bersama Manchester City, yakni dua Liga Inggris, satu Piala FA, satu Piala Liga dan satu Community Shield.
Lincah di lini depan, kokoh di lini belakang, adalah impian semua tim dan hal itu sedikit banyak dianggap dimiliki Belgia kala bersiap mengarungi putaran final Piala Dunia 2014.
Sayangnya, di bawah asuhan Marc Wilmots, benih generasi emas Belgia tak mampu berbicara banyak di putaran final Piala Dunia 2014.
Meski menyudahi fase penyisihan grup sebagai jawara Grup H dengan catatan sapu bersih tiga kemenangan, kemudian mengalahkan Amerika Serikat 2-1 lewat babak tambahan di putaran 16 besar, namun langkah mereka terhenti di perempat final usai dikalahkan Argentina 0-1.
Dua tahun berselang, setelah kembali tampil perkasa di fase kualifikasi, Belgia yang tak diperkuat Kompany lantaran dirundung cedera lagi-lagi hanya bisa mencapai perempat final Piala Eropa 2016. Hazard dkk harus meninggalkan Prancis setelah dipecundangi Wales 1-3.
Agaknya, generasi emas Belgia tak berarti apa-apa di tangan Wilmots yang sepanjang karir kepelatihannya tak pernah menjuarai apapun. Wilmots pergi, Roberto Martinez tiba.
2018 tetap bukan emas
Beban perburuan gelar juara perdana turnamen sepak bola bergengsi bagi Belgia tak juga hilang dari pundak generasi emas Belgia ketika mereka menghadapi ajang paling wahid terkini, Piala Dunia 2018.
Bersama Martinez, di fase kualifikasi, Hazard yang mulai berbagi beban dengan gelandang serang Manchester City Kevin De Bruyne sukses memesan satu tiket ke putaran final usai mengulangi catatan delapan kemenangan dan dua hasil imbang demi merajai Grup A zona Eropa.
Harapan generasi emas Belgia untuk meraih trofi perdana mereka kembali melambung, sebab di putaran final Piala Dunia 2018 skuat diisi lebih banyak bintang yang sarat pengalaman membawa klub masing-masing meraih gelar juara.
Di fase penyisihan grup, Belgia kembali menyapu bersih kemenangan tiga laga Grup G, termasuk menghadapi tim tradisional Inggris. Hanya saja, bukan tidak mungkin kemenangan tipis 1-0 tersebut merupakan strategi pelatih Inggris, Gareth Southgate, untuk menghindari jalur yang lebih terjal di babak gugur nantinya.
Kendati demikian, Belgia boleh dibilang memainkan laga terbaik di antara pertandingan-pertandingan putaran 16 besar lainnya di Piala Dunia 2018.
Menghadapi Jepang, mental generasi emas Belgia terlihat matang ketika sukses membalikkan ketertinggalan dua gol dari Pasukan Samurai Biru berkat perhitungan jitu Martinez melakukan pergantian pemain.
Dua dari tiga gol yang penyokong kemenangan 3-2 Belgia atas Jepang di laga tersebut, dicetak oleh duo pemain pengganti Marouane Fellaini dan Nacer Chadli yang baru dimasukkan Martinez dalam keadaan tertinggal dua gol.
Mental juara yang sempat timbul kian berpendar ketika Belgia berhasil mempecundangi juara dunia lima kali Brazil 2-1 di perempat final, berbekal dua gol di babak pertama lewat bunuh diri Fernandinho dan sepakan tajam De Bruyne.
Selain lini depan yang klinis, faktor kesigapan kiper Chelsea Thibaut Courtois mengawal gawang Belgia juga menjadi penentu kemenangan Pasukan Setan Merah di laga tersebut.
Akan tetapi, Belgia menghadapi lawan yang jelas tak bisa diremehkan di semi final yakni Prancis.
Melawan Prancis, tajamnya lini depan Belgia berhasil diredam disiplinnya pertahanan Tim Ayam Jantan.
Belgia harus takluk di tangan Prancis akibat kelalaian mengantisipasi satu situasi bola mati. Sebuah umpan sepak pojok yang dilepaskan Antoine Griezmann ke area tiang dekat berhasil disambut Samuel Umtiti dengan tandukan, mengalahkan Fellaini dalam duel udara, demi mencetak gol semata wayang penentu kemenangan 1-0 Prancis atas Belgia.
Kegagalan mengantisipasi adalah alasan atas gol pertama yang masuk ke gawang Courtois di Piala Dunia 2018, kala menghadapi Tunisia saat tendangan bebas Wahbi Khazri berhasil disambut Dylan Bronn, meski akhirnya Belgia menang 5-2 di laga tersebut.
Ironisnya, kegagalan mengantisipasi situasi bola mati juga menjadi musabab kegagalan Belgia melangkah ke partai final, selain tentunya kegagalan mencetak gol ke gawang yang dijaga Hugo Lloris.
Dengan demikian, generasi emas Belgia dipastikan tak kunjung berkalung medali emas, setidaknya hingga 2018 dan harus mencoba peruntungan di Piala Eropa 2020 yang akan diselenggarakan di 12 kota di 12 negara Eropa demi merayakan 60 tahun turnamen tersebut.
Baca juga: Kompany tak nyaman sebutan generasi emas Belgia
Matang atau membusuk?
Belgia memang berpeluang untuk memperbaiki catatan terbaik mereka di pentas Piala Dunia, yakni sebagai peringkat keempat edisi 1986 di Italia, saat melakoni perebutan tempat ketiga melawan Inggris yang takluk 1-2 lewat babak tambahan dari Kroasia di semi final lainnya.
Bukan tidak mungkin Belgia akan mencetak sejarah baru seusai peluit tanda akhir laga berbunyi di Stadion Saint Petersburg, Sankt Petersburg, Rusia, Sabtu (14/7).
Hanya saja, sejarah itu tak ditulis dengan tinta emas, bukan representasi ideal untuk generasi emas sepak bola Belgia.
Apapun hasil di perebutan tempat ketiga nantinya, federasi sepak bola Belgia (KBVB), tentunya menghadapi tantangan berat dalam ambisi mereka meraih gelar bergengsi.
Saat ini tujuh dari 23 pemain yang ada di dalam skuat Belgia di Piala Dunia 2018 telah berusia kepala tiga, yakni penjaga gawang Simon Mignolet (30), bek Thomas Vermaelen (32), bek Vincent Kompany (32), bek Jan Vertonghen (31), gelandang Marouane Fellaini (30), gelandang Mousa Dembele (30) dan penyerang Dries Mertens (31).
Jumlah itu bertambah menjadi 10 pemain pada putaran final Piala Eropa 2020, termasuk bek Toby Alderweireld (29), gelandang Axel Witsel (29) dan gelandang Nacer Chadli (28).
Sedangkan bintang-bintang utama seperti Eden Hazard, Kevin De Bruyne dan Thibaut Courtois di bibir usia kepala tiga.
Tentu saja usia hanya hitungan nominal angka, dan bukan tidak mungkin menjadi faktor kematangan, namun kebugaran dan stamina mereka menjadi tantangan tersendiri untuk tetap tampil prima dua tahun lagi.
Calon bintang baru juga bukan tidak mungkin akan mengisi lubang-lubang yang akan mulai menganga dalam waktu dekat.
Di barisan pertahanan ada nama bek Lazio, Jordan Lukaku, yang berkesempatan menjadi bintang baru.
Di lini tengah Youri Tielemans (21) yang baru saja dipinang AS Monaco berpeluang mengikuti jejak kegemilangan De Bruyne, ataupun berharap karir Adnan Januzaj (23) menemui titik balik serta kematangan kian diperlihatkan Yannick Carrasco (24).
Sementara di lini depan selain Romelu Lukaku (25), Michy Batshuayi (24) dan Thorgan Hazard (25), nama penyerang Liverpool Divock Origi (23) yang sempat menjadi sensasi di Piala Eropa 2016 berpeluang untuk merevitalisasi karirnya.
Baca juga: Martinez: Kekecewaan Belgia harus terbayar di posisi ketiga
Baca juga: Vermaelen: Fokus Belgia adalah menangi Piala Dunia 2018
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018