"Jumlah otot perempuan lebih sedikit dan lebih lemah dari laki-laki," ujar fisioterapis dari Klinik Scoliosis Care, Nistriani T. P Kusaly, Sst,Ft dalam seminar media di Jakarta, Selasa.
Sementara itu, ahli fisiologi dan anatomi Labana Simanihuruk, B.Sc., mengatakan secara genetik, laki-laki lebih aktif ketimbang perempuan. Faktor keaktifan ini berdampak pada kekuatan ototnya.
Kalaupun kaum adam mengalami skoliosis, jika semakin kuat ototnya maka semakin sulit kurva kelengkungan tulang belakangnya bertambah.
"Rasio skoliosis antara laki-laki dan perempuan 1:7. Secara genetik, laki-laki lebih aktif," kata dia dalam kesempatan yang sama.
Skoliosis sebenarnya bisa menyerang berbagai kelompok usia. Dalam kesempatan berbeda, Dr. dr. Ninis Sri Prasetyowati, Sp. KFR, konsultan ahli dari Klinik Scoliosis Care merinci bahwa kondisi ini dapat terjadi sejak balita dan kanak-kanak yaitu usia 0-3 tahun (infantile), 4-9 tahun (juvenile), 10-19 tahun (adolescent), dan lebih dari 19 tahun (adult).
Namun, progresivitas skoliosis terjadi pada umur 10-18 tahun. Pada anak-anak, skoliosis dapat berubah menjadi kondisi yang serius seiring dengan pertumbuhannya.
Sementara pada orang dewasa, kondisi ini bisa muncul pada mereka yang tidak memiliki sejarah kondisi ini, karena degenerasi pada tulang belakang dan faktor usia yang bertambah tua.
Skoliosis dapat terjadi karena faktor genetik, kelainan kongenital atau bawaan dari lahir, kelainan pembentukan tulang atau kelainan neurologis dan habitual atau kebiasaan dalam membawa barang berat.
Baca juga: Skoliosis bahkan bisa mengancam nyawa
Baca juga: Begini cara deteksi awal skoliosis
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018