• Beranda
  • Berita
  • CIPS: daerah-daerah ini tidak cocok untuk upsus jagung

CIPS: daerah-daerah ini tidak cocok untuk upsus jagung

24 Juli 2018 17:13 WIB
CIPS: daerah-daerah ini tidak cocok untuk upsus jagung
Ilustrasi jagung hibrida (ANTARA/Sigid Kurniawan)

Dari hasil yang kami temui di lapangan, efektivitas program upsus ditentukan pasar jagung di daerah tersebut

Jakarta (ANTARA News) - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) memaparkan tidak semua wilayah di Indonesia cocok untuk diterapkan sebagai penerima program upaya khusus (upsus) jagung sehingga  penerima subsidi benih jagung hibrida bantuan program upsus Kementerian Pertanian perlu diklasifikasi sesuai pasarnya.

"Dari hasil yang kami temui di lapangan, efektivitas program upsus ditentukan pasar jagung di daerah tersebut karena tidak semua daerah memandang jagung sebagai komoditas utama mereka," kata peneliti CIPS Imelda Freddy di Jakarta, Selasa.

Dalam pemaparan hasil penelitiannya, CIPS merekomendasikan Kementan merevisi Permentan 3/2015 dengan menambahkan klasifikasi pasar jagung penerima bantuan upsus ke dalam tiga jenis, yakni kuat, semikuat, dan lemah.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Dompu, Nusa Tenggara Barat dan Sumenep, Jawa Timur, Imelda menyebutkan pemberian benih upsus tidak cocok diterapkan di daerah dengan pasar jagung kuat.

Baca juga: CIPS: Distribusi benih jagung upsus perlu dievaluasi

Pada daerah dengan jenis pasar jagung kuat seperti Dompu, Gorontalo Utara, dan Jember, hampir 100 persen petani jagung di daerah tersebut menanam jagung hibrida.

Mereka pun, lanjutnya, sudah lebih mandiri karena mampu membeli benih dari produsen swasta dengan kualitas produksi yang jauh lebih tinggi, daripada benih dengan tingkat produksi lebih rendah yang diberikan Balitbang Pertanian.

"Petani di pasar jagung kuat ini menyatakan mereka mampu secara finansial jika membeli benih jagung dari swasta karena kualitas yang lebih bagus," kata Imelda.

Oleh karena itu, CIPS menilai program upsus sebaiknya dihentikan agar petani jagung menjadi lebih mandiri dan lebih berkembang karena adanya keterlibatan sektor swasta.

Sebaliknya, petani yang layak menerima bantuan benih upsus adalah yang berada di daerah pasar jagung semikuat, seperti di Sumenep dan Sampang di Jawa Timur. Program upsus di daerah tersebut dapat terus dijalankan namun harus disertai dengan adanya evaluasi berkala dan diikuti dengan adanya peningkatan kapasistas untuk petani.

Di pasar semikuat, minimal 20 persen petani jagung menanam jagung hibrida, sedangkan 80 persennya menanam jagung tradisional.

"Program upsus cukup efektif menstimulasi petani jagung untuk beralih dari benih jagung tradisional ke benih jagung hibrida," kata Imelda.

Sementara itu, pada pasar jagung lemah, sebenarnya lahan pertanian cocok untuk ditanam benih jagung hibrida, namun petani umumnya tidak menganggap jagung sebagai komoditas yang menguntungkan.

Penerapan upsus di pasar lemah sebaiknya tidak diberlakukan. Pemerintah daerah sebaiknya menganalisa potensi pasar dulu untuk mengetahui apakah komoditas jagung bisa berkembang atau tidak di daerah tersebut. Aceh Selatan di Aceh, Garut di Jawa Barat dan Jayapura di Papua adalah daerah-daerah yang termasuk dalam pasar lemah.

"Yang ditakutkan nanti para petani malah menjual benih dari Balitbang tersebut dan uangnya digunakan untuk membeli benih komoditas lain yang dianggap lebih menguntungkan," kata Imelda.

Baca juga: Balitbang Pertanian lepas 39 varietas jagung hibrida
Baca juga: Balitbangtan: pola "zigzag" dongkrak produksi jagung 20 ton/ha

 

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2018