Di pinggiran setu yang berdampingan dengan kompleks Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, terdapat beberapa tenda yang menjajakan dodol betawi serta menyajikan proses pembuatannya secara langsung.
Dani dan Iwan dari Dodol Betawi Pak Satibi, bergantian mengaduk adonan kental berkelir cokelat menggunakan sebilah kayu pada sebuah kuali berdiameter sekira 1 meter.
Aroma harum santan dan gula merah tercium di sekitar tenda-tenda itu.
Mereka sesekali meninggalkan adonan itu untuk melayani pengunjung Lebaran Betawi 2018 yang ingin membeli dodol di anjungan mereka.
Baca juga: Lebaran Betawi bernuansa Asian Games 2018
Dani dan Iwan pun mengizinkan orang-orang sekadar mencicipi dodol secara langsung dari kuali dengan memakai sebuah sendok.
Adonan dodol yang masih panas itu lalu diletakkan pada wadah kecil untuk dicicipi pengunjung. Potongan kecil dodol yang sudah masak pun disediakan kepada pengunjung untuk dicoba.
Sambil mengaduk adonan, Dani mengatakan proses pembuatan dodol betawi memakan waktu hingga 8 jam.
"Ini bedanya dengan dodol lain, dodol betawi harus diaduk berjam-jam supaya rasanya mantap dan khas," kata Dani di Setu Babakan, Sabtu.
Baca juga: Festival kuliner Betawi digelar di Jaksel
Bahan-bahan yang diperlukan cukup sederhana antara lain beras putih, beras ketan, kelapa untuk santan, gula merah, dan gula putih.
Minyak dari santan yang memberikan rasa gurih dan aroma nikmat disiapkan lebih awal, sebelum adonan tepung beras ketan diracik dengan bauran santan.
Adapun gula merah yang dipadu gula putih kemudian dicampurkan pada adonan beras ketan lalu diaduk selama tujuh sampai delapan jam di atas kuali yang dibakar menggunakan kayu.
"Beda dengan dodol lain, kalau dodol betawi hanya menyediakan tiga rasa yaitu rasa asli, rasa ketan hitam dengan wijen dan rasa durian," kata dia.
Panganan ringan yang umumnya dijual Rp10 ribu - Rp 15 ribu untuk kemasan kecil dan mencapai Rp75 ribu pada kemasan baskom itu umumnya dicari masyarakat Jakarta saat menjelang akhir Bulan Ramadhan hingga Idul Fitri, atau pada acara-cara khusus seperti khitanan dan resepsi pernikahan.
Baca juga: Rumah Pitung museum kebaharian paling banyak dikunjungi
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018