GPEI klaim 40 persen devisa dikonversi rupiah

8 Agustus 2018 19:00 WIB
GPEI klaim 40 persen devisa dikonversi rupiah
Menko Perekonomian Darmin Nasution (kanan) berbincang dengan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita (kiri) sebelum mengikuti rapat terbatas tentang Strategi Kebijakan Memperkuat Cadangan Devisa di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/7/2018). Presiden memerintahkan menteri terkait untuk mengendalikan impor dan meningkatkan ekspor serta mendorong penggunaan biodiesel. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Jakarta, (ANTARA News) - Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) mengklaim para eksportir sudah mengkonversi 40 persen devisa hasil ekspornya (DHE) dalam bentuk rupiah.

Ketua Umum GPEI Benny Soetrisno di Jakarta, Rabu, mengatakan eksportir yang belum mengkonversi DHE ke rupiah karena kebutuhan valuta asing (valas) untuk membayar impor bahan baku dan barang modal demi kelanjutan usaha sesuai target bisnis yang dicanangkan.

"40 persennya DHE sudah terkonversi ke rupiah. Kami konversi karena kami juga membutuhkan untuk bayar gaji pegawai dan biaya domestik lainnya," ujar dia.

Sebagai gambaran, sepanjang 2017 nilai ekspor Indonesia mencapai 168,73 miliar dollar AS. Dari angka tersebut, DHE yang dibawa pulang dan disimpan di perbankan domestik sebesar 90 persen.

Namun, angka yang dilontarkan GPEI berbeda dengan angka Bank Indonesia (BI) dan pemerintah. BI dan pemerintah menyebut baru 15 persen DHE yang dikonversi ke rupiah dari 90 persen DHE yang dibawa pulang.

Benny menjelaskan eksportir sebenarnya menunggu terobosan BI dan pemerintah untuk mendorong agar DHE "pulang kampung" dan kembali ke wujud rupiah. Masalahnya, menurut Benny, masih ada beberapa kebijakan yang menjadi disinsentif.

Misalnya, biaya "swap" atau secara sederhananya kegiatan barter valas ke rupiah yang masih dikenakan premi mahal. "Swap" adalah transaksi pertukaran dua valas melalui pembelian tunai dengan penjualan kembali secara berjangka, atau penjualan tunai dengan pembelian kembali secara berjangka.

"Biaya `swap` valas sekarang lima persen (tenor satu bulan), itu masih mahal. Lah empat persen saja masih mahal, sekarang kita dirayu dong supaya mau menukarkan dolar ke rupiah pada saat kita tidak membutuhkan rupiah," ujar Benny.

Menurut dia, eksportir lebih membutuhkan kemudahan dan kerendahan biaya untuk konversi valas ke rupiah. Baru setelah itu, insentif dari pemerintah untuk membawa pulang DHE ke domestik. Benny juga berseloroh jika BI dan pemerintah membutuhkan valas, eksportir rela "meminjamkannya" untuk stabilisasi nilai tukar rupiah.

"Namun, kita meminta komitmen pemerintah dan BI, untuk mengembalikan di waktu yang tepat. Tanpa bunga, kita berikan," ujar Benny.

Saat ini, pemerintah tengah berupaya menarik Devisa Hasil Ekspor (DHE) ke dalam negeri dan mengonversinya ke rupiah dari dolar AS serta mata uang lainnya. Hal ini dilakukan untuk memperkuat cadangan devisa serta mempersempit defisit transaksi berjalan.

Cadangan devisa terus anjlok sejak Januari 2018, di antaranya, untuk kebutuhan intervensi pasar guna menstabilisasi nilai tukar rupiah.

Baca juga: Darmin: Konversi devisa tambah tenaga pertumbuhan ekonomi

Baca juga: Legislator: dorong eksportir konversi valas ke rupiah

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2018