"Dinas ESDM provinsi harus transparan dengan persoalan penambangan emas di Gunung Botak dan secepatnya mengevaluasi kinerja beberapa perusahaan yang sampai saat ini beroperasi," kata koordinator lapangan Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat, Taufik Souwakil di Ambon, Rabu.
Menurut dia, kegiatan penambangan emas di Gunung Botak sebenarnya sudah berlangsung sejak lama namun baru mengemuka sekitar awal tahun 2012 ketika ditemukan kandungan emas yang tinggi di lokasi sungai Anahoni, Desa Wamsait, Kecamatan Waeapo.
Sehingga penambangan emas tradisional yang awalnya hanya sekitar 100-an orang melonjak menjadi belasan ribu orang dalam waktu beberapa bulan saja.
Penambangan emas ilegal ini praktis mengubah kehidupan warga Wamsaid dan sekitarnya.
Namun banyak pihak belum bisa mengantisipasi fenomena potensi tambang emas di Gunung Botak hingga menjadi sebuah industri yang bermanfaat bagi masyarakat luas di Kabupaten Buru.
"Peneliti asal Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Yusthienus Malle mengatakan dalam sebuah diskusi publik kalau keseluruhan daerah aliran sungai Waeapo telah tercemar limbah merkuri," katanya.
Padahal 13 daerah aliran sungai ini mengairi persawahan di Pulau Buru dan faktor inilah yang sangat berdampak pada sektor perikanan lokal sehingga kalau tidak dicegah akan membawa dampak kerusakan lingkungan yang lebih besar.
Kehadiran para demonstran diterima Sekretaris Dinas ESDM Maluku, Pegy Suitella karena Kadis ESDM, Martha Nanlohy sedang berada di luar daerah.
Baca juga: Ribuan kubik sedimen sianida Gunung Botak diangkat
Baca juga: Gubernur Maluku tutup tambang emas ilegal Gunung Botak
Pewarta: Daniel Leonard
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018