Mataram, (ANTARA News) - "Saya tadi tengah berdoa di dalam masjid, berderak-derak lagi, langsung lari saja," kata Sahabuddin, warga Sambelia, Lombok Timur.Gempa pertama 7 SR tanah bergoyang-goyang secara mendatar, yang 6,2 SR, tubuh terasa di naik turunkan,
Dirinya tergopoh-gopoh melewati warung yang tepat berada di depan masjid yang pondasinya masih berdiri tegak, meski ada retakan di sebagian temboknya. Dia pun bercerita kepada para ibu-ibu kebetulan yang tengah berkumpul seusai menjalankan Shalat Maghrib dan akan beranjak ke tempat tinggalnya sementara, yakni, tenda darurat.
Para ibu-ibu itu juga berceloteh bahwa mereka sempat tunggang langgang meninggalkan warung, saat kanopi yang berada tepat di depan warung berderak. Dua kali saya merasakan derakannya, kencang yang pertama tadi," katanya.
Meski hanya seper sekian detik aja, namun tetap saja mereka waswas, karena itu memilih tinggal di tenda sementara yang ada didirikan di halaman rumahnya atau di pinggir jalan yang menghubungkan antara Kabupaten Lombok Timur dengan Kabupaten Lombok Tengah itu.
Mereka mengaku dua kali kejadian yang tidak akan bisa dilupakan, yakni, gempa yang terjadi pada Minggu (5/8) dengan kekuatan 7 Skala Richter (SR) disusul gempa pada Kamis (9/8) dengan kekuatan 6,2 SR. "Gempa pertama 7 SR tanah bergoyang-goyang secara mendatar, yang 6,2 SR, tubuh terasa di naik turunkan," kata Ria Anggraeni, warga Bayan, Lombok Utara.
Sementara itu, Yahya (78), warga Sambelia, menyebutkan sepanjang hidupnya baru pertama kalinya gempa yang tidak berhenti-hentinya dan kekuatannya naik turun.
"Dulu pada tahun 1978, pernah gempa juga tapi hanya sehari saja. Tidak seperti ini," keluhnya.
Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat telah terjadi 474 gempa susulan dengan jumlah yang dirasakan warga Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, sebanyak 20 kejadian hingga Jumat pukul 18.00 Wita.
Gempa terakhir dirasakan pada jam 04.33 WITA dengan magnitudo 4,8 pada Skala Richter (SR), pada kedalaman 10 kilometer dengan pusat gempa 8,44 lintang selatan dan 116,50 bujur timur atau 10 kilometer barat laut Kabupaten Lombok Timur.
"Dirasakan di Mataram, dan Lombok Timur sebesar 1 SIG BMKG (II MMI). Yang artinya getaran dirasakan oleh beberapa orang, sementara benda-benda ringan yang digantung akan bergoyang," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.
Mengenai gempa susulan, Dwikorita mengatakan bahwa kemungkinan masih akan terjadi hingga beberapa bulan ke depan dengan kecenderungan gempa yang semakin melemah secara fluktuatif.
"Kami tetap mengimbau agar warga tetap tenang namun waspada. BMKG secara terus menerus memantau perkembangan kegempaan selama 24 jam dan menginformasikannya kepada masyarakat," ucap Dwikorita sambil mengajak warga NTB segera bangkit dari duka gempa.
Bencana alam, menurut dia, merupakan ujian dari Tuhan agar kehidupan manusia menjadi lebih baik dan kuat, sehingga harus mampu melewati cobaan tersebut.
"Gempa bumi, longsor, tsunami, banjir bandang, gunung meletus dan lain sebagainya adalah salah satu ujian dari Tuhan. Saya yakin jika kita bisa melewati ujian dengan lapang dada, Insya Allah kita akan semakin ditinggikan derajatnya dihadapan Allah," katanya.
Dwikorita juga meminta seluruh korban bencana alam di Pulau Lombok, agar bersabar menunggu upaya penanggulangan yang dilakukan pemerintah daerah dan pusat.
Tenda pengungsian
Sementara itu, Pemkot Mataram melalui Wakil Wali Kota H Mohan Rolisakana mengimbau warga di ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat itu tetap bertahan di tempat terbuka atau di luar rumah guna mengantisipasi gempa susulan yang masih terus terjadi lagi.
"Selama belum ada kepastian terhadap kondisi gempa bumi susulan, sebaiknya warga tetap berada di tempat terbuka atau tidak berlama-lama di dalam ruangan/rumah," katanya.
Pernyataan itu disampaikan menanggapi anjuran pulang ke rumah yang disampaikan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati. Namun, karena adanya gempa susulan 6,2 skala richter Kamis (9/8) siang, pemerintah kota tetap meminta masyarakat berada di tempat terbuka sampai alam benar-benar kondusif.
Mohan mengatakan, dalam hal ini pemerintah kota memahami kondisi dan suasana psikologis masyarakat, sehingga sampai saat ini mereka memilih berkumpul di ruang terbuka.
"Sesekali masyarakat berani pulang ke rumah untuk mengambil beberapa kebutuhan mereka, itu pun tidak lama. Semoga bencana ini bisa segera selesai agar semuanya kembali normal," katanya.
Akibat gempa bumi susulan pada Kamis siang itu, berdampak pada peningkatan korban meninggal dunia menjadi 11 orang. Di mana pada gempa bumi 7,0 SR (5/8) tercatat 6 orang warga Mataram meninggal dunia, sedangkan gempa bumi 6,2 SR tercatat lima orang meninggal dunia.
Selain itu dampak dari gempa bumi susulan tersebut terjadi kerusakan pada sejumlah fasilitas pemerintah, fasilitas umum dan rumah warga. Berdasarkan data terakhir, tercatat 533 unit fasilitas umum, pemerintah dan milik pribadi rusak berat, 1.526 unit rusak sedang dan 2.386 unit rusak ringan.
"Selain itu, jumlah pengungsi di Kota Mataram hingga saat ini tercatat sebanyak 66.674 jiwa, diprediksi akan terus meningkat seiring dengan masih adanya gempa susulan," katanya.
Menurutnya, pengungsi yang ada di Kota Mataram bukan pengungsi permanen seperti kasus-kasus korban gempa bumi di Kabupaten Lombok Utara, karena bangunan rumah mereka dan fasilitas umum runtuh total.
Kalau pengungsi di Mataram hanya untuk penyelamatan sementara, sehingga jumlah pengungsi pada malam hari meningkat signifikan.
"Tetapi memang kami juga mengimbau masyarakat untuk tidak berada di dalam rumah untuk antisipasi gempa susulan, jadi mau tidak mau mereka berada di luar rumah," katanya.*
Baca juga: Yohana dorong pelatihan hidup mandiri korban gempa
Baca juga: Bantuan belum jangkau pengungsi di perbukitan Lombok Utara
Baca juga: Atasi Krisis Air Bersih, Kementerian ESDM Bantu Sumur Bor Bagi Korban Gempa Lombok
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018