• Beranda
  • Berita
  • Presiden: "tax amnesty" era baru kepatuhan perpajakan

Presiden: "tax amnesty" era baru kepatuhan perpajakan

16 Agustus 2018 15:34 WIB
Presiden: "tax amnesty" era baru kepatuhan perpajakan
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) didampingi Ibu Iriana Joko Widodo (tengah) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) didampingi Ibu Mufidah Jusuf Kalla (kedua kanan) meninggalkan lokasi usai menghadiri Sidang Bersama DPD dan DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/8/18). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/pras.

Selain menggali sumber-sumber penerimaan, pemerintah juga akan terus menjaga iklim investasi dan kemajuan dunia usaha domestik dengan kebijakan insentif perpajakan.

Jakarta, (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa Indonesia telah berhasil melaksanakan program "tax amnesty" yang dinilai telah menjadi awal dari era baru kepatuhan perpajakan di Tanah Air.

"Dalam kerangka reformasi perpajakan yang berkelanjutan, kita bersyukur karena pada tahun 2016 dan 2017, Indonesia telah berhasil melaksanakan program tax amnesty yang menjadi awal dari era baru kepatuhan perpajakan di Indonesia," kata Presiden Joko Widodo saat menyampaikan keterangan pemerintah atas RUU APBN 2019 beserta nota keuangannya, pada Rapat Paripurna DPR RI di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.

Menurut Presiden, semakin tingginya peranan pajak dalam mendanai APBN tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk terus memperbaiki kinerja perpajakan, melalui kebijakan, strategi perpajakan, dan implementasi reformasi pajak yang berkelanjutan, serta didukung oleh peningkatan kepatuhan wajib pajak.

Selain menggali sumber-sumber penerimaan, ujar Jokowi, pemerintah juga akan terus menjaga iklim investasi dan kemajuan dunia usaha domestik dengan kebijakan insentif perpajakan.

Pemerintah, lanjutnya, juga telah mengeluarkan pengaturan pajak khusus sebagai insentif untuk usaha kecil dan menengah, serta melakukan perluasan basis pajak sebagai kelanjutan hasil Tax Amnesty melalui Automatic Exchange of Information (AEoI).

"Ke depan, kebijakan perpajakan diharapkan juga lebih akomodatif menghadapi tren ekonomi digital dan mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi dalam mendukung administrasi perpajakan," kata Presiden Jokowi.

Sebagaimana diwartakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan perkembangan teknologi dan globalisasi memberikan tantangan bagi pengumpulan penerimaan negara melalui perpajakan.

Dalam acara "Rembuk Pajak" di Gedung Dhanapala, Jakarta, Senin (6/8) malam, Sri Mulyani mengatakan salah satu bentuk tantangan pengumpulan pajak yang dimunculkan akibat perkembangan teknologi tersebut menyangkut bisnis dalam jaringan (online).

Dalam menghadapi hal tersebut, Menkeu mengatakan pihaknya telah menjalin komunikasi dengan para pembuat "platform" bisnis dalam jaringan.

Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak periode Januari-Juli 2018 sebesar Rp687,17 triliun atau 48,26 persen dari target Rp1.424 triliun hingga akhir 2018.

"Januari sampai Juli 2018 pertumbuhannya 14,36 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Angka ini lebih baik dari semester I 2018 yang tumbuh 13,99 persen (yoy)," kata Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.

Pertumbuhan positif ini ditopang oleh pajak penghasilan (PPh) nonmigas yang tumbuh sebesar 14,4 persen, PPh migas naik 14,21 persen, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) 14,26 persen, serta pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lainnya tumbuh 14,48 persen.
Baca juga: Presiden sebut reformasi fiskal permudah berbisnis di Indonesia
Baca juga: Presiden ingatkan jangan terjebak "middle income trap"

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2018