Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti Patdono Suwignjo di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Serpong, Tangerang, Jumat, mengatakan, klasterisasi ini dapat dijadikan dasar bagi Kementerian untuk melakukan pembinaan perguruan tinggi dalam rangka meningkatkan kualitas perguruan tinggi di Indonesia.
Selain itu diharapkan juga bisa memberikan informasi kepada masyarakat umum mengenai performa perguruan tinggi di Indonesia.
Hasil analisis Kemristedikti, diperoleh lima klaster perguruan tinggi Indonesia dengan komposisi, Klaster 1 berjumlah 14 perguruan tinggi, Klaster 2 berjumlah 72 perguruan tinggi, Klaster 3 berjumlah 299 perguruan tinggi, Klaster 4 berjumlah 1,470 perguruan tinggi dan Klaster 5 berjumlah 155 perguruan tinggi.
Perguruan tinggi nonvokasi yang termasuk pada Klaster 1 sesuai urutan skornya adalah sebagai berikut:
1. Institut Teknologi Bandung (3,57)
2. Universitas Gadjah Mada (3,54)
3. Institut Pertanian Bogor (3,41)
4. Universitas Indonesia (3,28)
5. Universitas Diponegoro (3,12)
6. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (3,10)
7. Universitas Airlangga (3,03)
8. Universitas Hasanuddin (2,99)
9. Universitas Padjadjaran (2,95)
10.Universitas Andalas (2,88)
11.Universitas Negeri Yogyakarta (2,83)
12.Universitas Brawijaya (2,82)
13.Universitas Pendidikan Indonesia (2,70)
14.Universitas Negeri Malang (2,61)
Penilaian performa perguruan tinggi pada 2018 ini terdapat beberapa penyesuaian sebagai hasil evaluasi dari penilaian pada 2017.
Pada 2018, terdapat penambahan satu komponen utama yaitu kinerja inovasi. Sehingga, komponen utama yang digunakan untuk menilai performa perguruan tinggi Indonesia mencakup lima komponen utama.
Yaitu pertama, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mencakup prosentase jumlah dosen berpendidikan S3, prosentase jumlah lektor kepala dan guru besar, dan rasio mahasiswa terhadap dosen.
Kedua, kualitas kelembagaan yang mencakup akreditasi institusi dan program studi, jumlah program studi terakreditasi internasional, jumlah mahasiswa asing, serta jumlah kerjasama perguruan tinggi. Ketiga, kualitas kegiatan kemahasiswaan yang mencakup kinerja kemahasiswaan.
Keempat, kualitas penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang mencakup kinerja penelitian, kinerja pengabdian pada masyarakat, dan jumlah artikel ilmiah terindeks scopus per jumlah dosen. Dan kelima, kualitas inovasi yang mencakup kinerja inovasi.
"Penambahan indikator diharapkan dapat lebih mencerminkan kondisi perguruan tinggi Indonesia," kata Patdono.
Patdono menjelaskan dengan memasukkan kualitas inovasi sebagai salah satu komponen utama diharapkan bisa lebih mendukung kebijakan Kemristedikti dalam hiliriasasi hasil riset ke sektor industri.
Selain itu, indikator yang digunakan pada beberapa komponen utama pun mengalami penyesuaian, yaitu penambahan indikator kerjasama perguruan tinggi pada komponen utama kelembagaan.
Peningkatan kerjasama perguruan tinggi diharapkan dapat memperluas jejaring (networking) yang dapat meningkatkan kualitas perguruan tinggi dari segi kelembagaan maupun sumber daya manusianya.
Sementara untuk perguruan tinggi vokasi, Patdono mengatakan masih dalam proses pengembangan dan analisa untuk menemukan indikator yang tepat dalam mencerminkan performa perguruan tinggi vokasi.
"Jika sampai akhir tahun nanti kami menemukan model yang cocok untuk klasterisasi perguruan tinggi vokasi, nanti akan kami umumkan," lanjutnya.
Baca juga: Menristekdikti minta perguruan tinggi berkolaborasi dengan diaspora
Baca juga: UI masuk 300 besar perguruan tinggi dunia
Pewarta: Virna Puspa S
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018