Saat itu dalam Asian Games Tokyo 1958, Dewan Federasi Asian Games memilih Indonesia menjadi tuan rumah perhelatan bangsa-bangsa Asia yang terbesar.
Meski kondisi politik, ekonomi dan keamanan belum stabil, Indonesia berhasil menunjukkan kemampuannya membangun di segala bidang.
Baik infrastruktur fisik, prmbangunan sumber daya manusia, hubungan diplomasi antarnegara, dan bidang olahraga.
Dalam pameran sejarah Asian Games 1963 yang bertajuk "Olahraga dan Pembangunan Etos Bangsa: Energi yang tak Pernah Padam" mencoba membawa kita kembali mengarungi waktu kembali ke masa tersebut dengan melihat artefak-artefak sejarah.
Baca juga: Museum Nasional pamerkan koleksi sejarah Asian Games 1962
Baca juga: Mengenang Acara Pembukaan Asian Games 1962
Koleksi sejarah yang ditunjukkan berupa foto, prangko, majalah, surat kabar, benda memorabilia dan lainnya.
Pameran tersebut menampilkan Keppres Pembentukan Panitia Asian Games 1962. Wajah panitia yang terlibat yaitu R. Maladi, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sri Paku Alam VIII, Saleh Aziz, D. Suprajogie serta Sumarno.
Indonesia membangun
Perhelatan tersebut membuat bangsa Indonesia membangun sarana dan prasarana yang sebelumnya tidak dimiliki oleh Indonesia.
Seperti pembangunan GBK (Gelora Bung Karno) yang terdiri dari kompleks olahraga Senayan, Stadion Utama Gelora Bung Karno, Istana Olahraga (Isotra), stadion akuatik, lapangan tenis dan lainnya diatas tanah 270 hektare.
Di luar arena olahraga, juga dibangun Hotel Indonesia, memperluas jalan Sudirman-Thamrin, membangun jembatan Semanggi, Tugu Selamat Datang, TVRI dan lainnya.
Salah satu yang menarik adalah pembangunan Stadion Utama Gelora Bung Karno, karena Presiden Sukarno ikut merancangnya.
Pada sketsa yang ditampilkan Museum Nasional tersebut, menampilkan desain awal stadion utama yang dirancang arsitek asal Rusia menggunakan dua deret tiang penyangga.
Namun, Sukarno kurang setuju, maka dia meminta untuk mengubah desainnya dengan atap temu gelang yang ditopang satu deret tiang penyangga yang lebih besar.
Stadion tersebut menjadi salah satu desain stadion yang rumit pada zamannya. Sukarno pun senantiasa terus meninjau pembangunan stadion tersebut, maka jadilah stadion utama yang seperti kita dapat lihat saat ini.
Pembangunan jembatan Semanggi tak kalah menariknya, jembatan itu di desain untuk mempermudah masyarakat dari penjuru Jakarta datang ke tempat tersebut.
Tak hanya itu, pameran tersebut juga menampilkan foto-foto proses pembangunan Bundaran Hotel Indonesia, dan lokasi kompleks Asian Gaes yang tak jauh dari jembatan Semanggi.
Pembukaan Asian Games 1962
Sekitar 110 ribu orang datang pada pembukaan Asian Games IV yang digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Dalam pembukaan tersebut Sukarno menyebutkan Asian Games merupakan tonggak sejarah bagi Indonesia khususnya dibidang olahraga dan merupakan bagian dari "nation dan character building" (pembanguan bangsa dan karater).
Bukti kemeriahan dan kegemahan upacara pembukaan Asian Games IV tersebut dapat kita saksikan lewat foto-foto yang dipamerkan Museum Nasional itu.
Di deretan-deretan foto itu kita dapat melihat penuhnya stadion utama tersebut. Abak-anak sekolah ikut memeriahkan pembukaan Asian Games dengan menampilkan tari hulla hoop. Acara semakin semarak dengan tarian nusantara seperti dari Bali.
Tampak pula gambar penyalaan api obor Asian Games IV yang dilakukan oleh Dr. Effendi Saleh, seorang atlet juara decathlon yang menyalakan api di cauldron.
Ajang tersebut berlangsung 24 Agustus - 4 September diikuti 1.460 atlet yang mewakili 17 NOC Asia, multi event ini menampilkan 13 cabang olahraga; atletik, akuatik (renang, loncat indah, dan polo air), bola basket, tinju, balap sepeda (jalan raya dan trek), hoki, sepak bola, menembak, tenis meja, tenis, bola voli, dan gulat.
Prestasi Indonesia
Museum Nasional memamerkan 77 medali yang berhasil dikoleksi Indonesia pada saat itu, yaitu 21 medali emas, 26 medali perak dan 30 medali perunggu.
Indonesia berhasil duduk di posisi kedua, sementara posisi pertama diraih oleh Jepang dengan perolehan 161 medali. Berpartisipasi dalam 13 cabang olahraga. Total emas yang diperebutkan adalah 372 medali.
Selain medali, ada juga foto-foto saat para atlet berlaga di lapangan seperti foto perlombaan lari marahthon yang baru di mulai, dan saat memasuki garis akhir.
Tampak terjadi saling susul menyusul antara pelari Pakistan yaitu Mubarik Shah dengan Masayki Nagata dari Jepang, Indonesia yaitu Gurnam Singh dan Ismail Abidin serta pelari dari Burman yaitu Myitung Naw.
Pada perlombaan yang sengit tersebut, Masayuki Nagata dari Jepang keluar sebagai pemenangnya.
Ada juga foto kolase dari cabang olahraga menembak yaitu atlet tembak 300 meter senapan bebas Lessy Ey yang meraih juara II. Pada kelas 50 meter pistol bebas Indonesia menjadi juara II atas nama Sampurna dan dari kelas menembak nomor 25 meter pistol api cepat Indonesia meraih juara III atas nama J Posuma.
Tak cuma menembak, ada juga foto kolase dari cabang olahraga memanah, di mana pemanah putri asal Indonesia Rachmach berhasil mengumpulkan poin tertinggi yaitu 1458 dan berhasil meraih medali emas.
Foto peraih medali emas, juga ditunjukkan dari cabang olahraga papan loncatan, yaitu gambar atlet Lanny Gumulya sedang melakukan loncatan dari atas papan.
Saat itu, dia berhasil meraih catatan nilai tertinggi dengan nilai 111.12 pada cabang papan loncatan tiga meter putri.
Dalam cabang olahrga bulu tangkis, ada foto atlet Indonesia Tan Joe Hok yang meraih medali emas utnuk nomor tunggal putra, yang disusul juara kedua oleh Teh Kew San dari Malaysia dan juara ketiga Ferry Sonnville dari Indonesia.
Kini Indonesia kembali menjadi tuan rumah Asian Games, penyelenggaraan kegiatan tersebut menjadi momen penting dalam membangun etos kerja masyarakat Indonesia.
Tak berbeda dengan perhelatan 56 tahun lalu, melalui Asian Games Indonesia juga melakukan pembangunan infrastruktur fisik dan juga pembangunan karakter serta budaya baru dalam masyarakat.
Baca juga: Presiden OCA: SUGBK warisan Asian Games 1962
Baca juga: Kemendikbud gelar pameran sejarah Asian Games 1962
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2018