"Kami meminta bantuan melalui medsos saja," kata Munawir Haris, warga Dusun Labu Pandan, Sambalia, Lombok Timur yang juga Ketua Yayasan Anak Pantai yang bergerak di bidang pendidikan, kepada Antara di Lombok, Kamis.
Korban terdampak gempa tektonik itu memanfaatkan jejaringnya atau rekan-rekannya melalui media sosial, untuk mempertahankan hidup. Walhasil bantuan pun datang terutama dari luar Lombok.
Hasilnya, kata dia, dirinya mendapatkan bantuan melalui rekan-rekannya yang kemudian disalurkan kembali kepada pengungsi korban gempa di daerah tersebut.
Dikatakannya, warga Lombok jangan terlalu berharap mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Sebenarnya kebutuhan yang paling ditunggu adalah, terpal, selimut, dan air serta popok bayi. "Terpal dan selimut penting, karena banyak pengungsi dari kalangan anak-anak. Sekarang saja sudah banyak yang terserang penyakit batuk-batuk dan flu," katanya.
Demikian pula dikatakan oleh Rizal Januadi, warga Dusun Sugian, Sambalia, Lombok Timur, yang belum juga mendapatkan bantuan padahal dusunnya sekitar lima kilometer dari pusat gempa di Pulau Gili Sulat.
"Kalau menunggu pemerintah tidak mungkin, kita harus bertahan. Ya cari sendiri," tandasnya.
Rudi, warga Desa Belanting, yang mengaku dirinya berinisiatif mengumpulkan logistik atau bantuan dari rekan-rekannya yang berkuliah di Yogyakarta, Makassar dan Surabaya.
"Saya meminta rekan-rekan kuliah untuk turut membantu. Sebenarnya meminta bantuan sudah dilakukan sejak awal gempa 7 SR yang berpusat di Lombok Utara dan disumbangkan ke Tanjung, Lombok Utara. Tiba-tiba saja sekarang kami jadi korban juga," katanya.
Baca juga: Dusun dekat titik gempa Lombok belum tersentuh bantuan
Baca juga: Ketika terpal menjadi barang langka di Lombok
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018