• Beranda
  • Berita
  • Kodam Diponegoro sepakat tolak kekerasan terhadap wartawan

Kodam Diponegoro sepakat tolak kekerasan terhadap wartawan

24 Agustus 2018 23:58 WIB
Kodam Diponegoro sepakat tolak kekerasan terhadap wartawan
Dokumentasi - Puluhan jurnalis menggelar aksi Hari Kebebasan Pers Sedunia di jalan MT Haryono, Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (3/5/2018). (ANTARA FOTO/Jojon)

Saya tekankan pada staf dan prajurit  supaya kekerasan terhadap wartawan tidak terulang lagi,

Semarang,  (ANTARA News) - Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) IV Diponegoro Mayjen TNI Wuryanto menegaskan jajarannya tidak menenggang  tindak kekerasan terhadap wartawan.

"Saya tekankan pada staf dan prajurit  supaya kekerasan terhadap wartawan tidak terulang lagi," kata mantan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI itu, di Semarang, Jumat.

Hal tersebut diungkapkannya saat audiensi jajaran Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jawa Tengah dengan Kodam IV Diponegoro untuk mempererat kemitraan TNI dengan jurnalis dan awak media.

Turut hadir menemani Pangdam IV Diponegoro, Kasdam IV Diponegoro Brigjen TNI Agus Fajri, Kapendam IV Diponegoro Letkol Arh Zaenudin dan Kasi Intel Kodam IV Diponegoro Letkol Tazuyaki.

Jenderal bintang dua itu menceritakan pengalamannya semasa menjabat sebagai Kapuspen TNI di Markas Besar TNI yang pernah menangani kasus kekerasan yang dilakukan oknum TNI kepada jurnalis.

"Saat itu, Panglima TNI-nya Pak Gatot. Berdasarkan survei, TNI saat itu menjadi lembaga yang paling terpercaya. Itu semua berkat media dan wartawan. Setiap ada kekerasan, paling marah Panglima," tegasnya.

Mabes TNI dan Dewan Pers juga sudah menjalin nota kesepahaman (MoU), salah satu poinnya adalah mengenai tidak menoleransi kekerasan terhadap wartawan.

Diakuinya, kemungkinan ada oknum prajurit yang kurang bisa mengontrol emosi di lapangan sehingga memunculkan tindak kekerasan terhadap wartawan, tetapi sekarang ini jauh berkurang.

Wuryanto bersyukur selama menjabat sebagai Pangdam IV Diponegoro tidak pernah terjadi aksi kekerasan terhadap wartawan di wilayah Jateng dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

"Sampai saat ini, saya belum dengar. Tidak dengarnya saya ini semoga memang benar-benar tidak terjadi. Kalau terjadi, pasti pimpinan langsung turun. Pak Kapendam tolong diberitahukan ke prajurit, ke bawah," katanya.

Yang jelas, kata dia, pihaknya sangat terbuka lebar dalam bekerja sama dengan awak media selama bisa saling bersinergi, terutama untuk kepentingan terciptanya keamanan dan ketertiban di Jateng dan DIY.

"Dari media, sebagai sumber berita, hal-hal positif bisa dikerjasamakan, misalnya program Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD), lomba jurnalistik aktivitas prajurit TNI, dan lainnya," katanya.

Sementara itu, Ketua IJTI Jateng Teguh Hadi Prayitno mengungkapkan sangat paham betul jika Wuryanto merupakan sosok yang sangat mengerti seluk beluk dunia jurnalisme karena pernah menjabat Kapuspen TNI.

"Buktinya, Pilgub Jateng kemarin damai, kami tahu betul. Panglima adalah mantan Kapuspen TNI sehingga bisa memahami betul anatomi pemberitaan dan seluk-beluk tentang wartawan," katanya.

Teguh juga menceritakan pengalaman IJTI Jateng yang sempat mengadvokasi jurnalis yang menjadi korban kekerasan, seperti kasus kekerasan terhadap jurnalis televisi oleh petugas keamanan saat meliput PLTU Jepara.

"Sebenarnya, kami kasihan. Tetapi, demi mengedukasi masyarakat, kasus itu kami teruskan. Bahkan, kami bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jateng memproses pelanggaran kode etik dan UU Pers itu sampai ke pengadilan," katanya.

Selain membahas mengenai tindak kekerasan terhadap wartawan, Pangdam dan para pengurus IJTI Jateng juga saling bertukar pengalaman dan pikiran saat peliputan di lingkungan TNI.*

 


Baca juga: Reformasi berjalan namun diakui belum sempurna

Baca juga: Kebebasan pers diminta bukan untuk mencari untung, mementingkan rating


 

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018