• Beranda
  • Berita
  • Rumah transisi bakal dibangun untuk korban gempa Lombok

Rumah transisi bakal dibangun untuk korban gempa Lombok

27 Agustus 2018 07:00 WIB
Rumah transisi bakal dibangun untuk korban gempa Lombok
Ilustrasi: Dusun Apit Aiq, Kecamatan Batu Layar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, pasca gempa tektonik 6,9 Skala Richter pada Minggu (19/8), saat ini menjadi dusun yang hilang karena 126 dari 132 rumah yang ada ambruk.

“Maka dibuat program rumah yang disebut rumah transisi, artinya rumah ini tidak perlu dibongkar lagi...”

Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada akan membangun rumah transisi dalam bentuk klaster bagi korban gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).

“Kemenhub bersama dengan stakeholder yang ada akan memberikan tali kasih kepada korban bencana selain membantu dalam bentuk keperluan sehari-hari, kami juga pastikan logistik air bisa berjalan baik dan merata,” kata Menhub Budi Karya Sumadi dalam keterangan tertulis yang diterima Antaranews di Jakarta, Senin.

Selain itu Menhub juga mengatakan pihaknya bekerja sama dengan Fakuktas Teknik UGM untuk membangun rumah-rumah yang bersifat temporer tapi bisa menjadi growing house. 

“Ini satu hal yang baik, karena nantinya rumah ini akan dibangun dengan material yang sudah ada. Kami akan bangun 50 rumah dalam bentuk satu klaster,” kata Menhub.

Menhub berharap program ini bisa berjalan cepat sehingga tanggal 9 September ini bisa selesai dalam waktu satu minggu bisa selesai 50 rumah.“Kami ingin masyarakat Lombok ini cepat bangkit dan kembali bekerja sebagaimana mestinya,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Teknik UGM Nizam mengatakan program rumah ini adalah memberikan bantuan tempat tinggal yang lebih baik dibanding tenda.

“Maka dibuat program rumah yang disebut rumah transisi, artinya rumah ini tidak perlu dibongkar lagi, tapi bisa jadi rumah permanen dengan satu sistem Hunian Transisi Menuju Permanen (HUNTRAP),” ujar Nizam.

Nizam mengatakan, proses pembuatnya sangat sederhana, misalnya dindingnya bisa menggunakan anyaman bambu atau pakai papan yang masih tersisa dan rumah tersebut pelan-pelan tumbuh dan berkembang. 

“Diawali rumah inti 18 meter persegi tapi bisa tumbuh menjadi 36, menjadi 72 sesuai perkembangan kesiapan masyarakat untuk mengembangkan sendiri. Jadi kami ingin basis nya masyarakat sendiri yang bangkit dan berdaya kembali untuk menbangun masa depannya dari keruntuhan bencana ini,” ujarnya.

Nizam menambahkan, estimasi biaya dan waktu untuk satu rumah  diperkirakan memakan waktu 2 hari dengan 3 orang tukang dan biaya sekitar 10 juta untuk rangka dan atapnya sampai bisa ditempati.

“Lokasinya sesuai arahan Pak Menteri di sekitar Pelabuhan Pemenang. Ini harus segera, agar ekonomi pariwisata bisa segera tumbuh dan pulih kembali,” ujarnya seraya mengatakan material yang digunakan rangka dari kanal baja yang tahan gempa, atapnya bisa dari aluminum yang ringan. 


Baca juga: Kemenhub berikan pekerjaan bagi nelayan tak bisa melaut

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018