Dalam siaran pers kementerian, Rabu, ia menjelaskan ketimpangan keterampilan dan kompetensi angkatan kerja antara lain terjadi karena mayoritas angkatan kerja Indonesia berpendidikan menengah ke bawah (Sekolah Dasar/SD-Sekolah Menengah Pertama/SMP).
Menurut data Badan Pusat Statistik, 58 persen dari 133 juta anggota angkatan kerja Indonesia saat ini lulusan SD sampai SMP dan kondisi yang demikian akan menjadi tantangan saat Indonesia menghadapi bonus demografi tahun 2035.
"Usia angka produktif akan meningkat bisa mencapai 70 persen. Kalau 70 persen ini berasal dari lulusan SD-SMP, ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi daya saing kita, " kata Hanif.
Kementerian Ketenagakerjaan berupaya meningkatkan kompetensi sumber daya manusia Indonesia melalui berbagai program, termasuk pelatihan vokasi di Balai Latihan Kerja, pemagangan di dalam dan di luar negeri, dan Balai Latihan Kerja Komunitas.
Pemerintah juga menyatakan akan fokus pada pembangunan sumber daya manusia pada 2019 dan akan menambah alokasi anggaran untuk pembangunan sumber daya manusia menjadi Rp14 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2019.
Upaya-upaya tersebut ditargetkan bisa meningkatkan kualitas sumber daya manusia, yang selanjutnya diharapkan bisa membawa peningkatan kesejahteraan warga dan penurunan angka kemiskinan.
Baca juga:
Menaker : Angkatan Kerja Indonesia hadapi masalah "mismatch"
Gaji urusan nomor dua bagi pencari kerja Indonesia
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018