• Beranda
  • Berita
  • Perlu aturan pasti jadikan fintech perpanjangan tangan bank

Perlu aturan pasti jadikan fintech perpanjangan tangan bank

31 Agustus 2018 22:07 WIB
Perlu aturan pasti jadikan fintech perpanjangan tangan bank
Pengunjung mencari informasi di salah satu stand peserta pameran FIntech Days 2017, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (9/11/2017). Kegiatan yang di gelar oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tersebut guna memperkenalkan dan mensosialisasikan Industri Pendanaan Gotong Royong Online atau Fintech Lending sebagai alternatif sumber pendanaan bagi masyarakat Indonesia. (ANTARA FOTO/Dewi Fajriani)
Jakarta, (ANTARA News) - Direktur Amartha Mikro Fintek Aria Widyanto menyebutkan bahwa masih perlu aturan pasti untuk menjadikan teknologi keuangan menjadi perpanjangan tangan bank.

Menurutnya, belakangan fintech dianggap mampu menjadi perpanjangan tangan perbankan untuk menyalurkan pinjaman ke usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dalam informasi yang diterima Antara di Jakarta, Jumat.

Hanya saja upaya kolaborasi kedua industri keuangan masih terhalang belum adanya aturan yang jelas mengenai channeling fintech dan perbankan.

Aria Widyanto mengatakan, beberapa fintech memang telah menjalin kerja sama dengan hampir 20 bank perkreditan rakyat di daerah-daerah untuk menyalurkan dana ke usaha ultra mikro. Terbaru, Amartha telah bekerja sama dengan Bank Mandiri untuk bisa menyalurkan plafon sekitar hampir Rp100 miliar hingga kuartal I-2019.

Namun, dari pengalamannya bekerja sama dengan perbankan, Aria mengakui, upayanya kerap teradang regulasi yang belum spesifik tentang channeling perbankan ini.

"Dari DP3F (Direktorat Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Financial Technology) yang mengawasi fintech itu sangat encourage kita bisa bekerja sama dengan bank. Tapi, mungkin dari para pengawas perbankannya itu belum terlalu well informed. Belum ada mekanisme yang formal dari OJK, " tuturnya.

Sebenarnya, aturan terbaru mengenai channeling perbankan yang diterbitkan OJK tertuang dalam POJK 12 Tahun 2018. Namun, memang dalam aturan tersebut belum disusun mengenai mekanisme yang pasti, untuk menjadikan fintech sebagai perpanjangan tangan dari perbankan.

Alhasil, pengawas perbankan kerap ragu untuk menjalin kerja sama channeling dengan fintech.

"Tidak dilarang, tapi tidak ada juga landasan untuk dijadikan acuan untuk ke sana," imbuhnya. 

Sementara itu, peneliti Indef, Bhima Yudhistira mengamini, saat ini memang belum ada aturan pasti terkait channeling perbankan terhadap fintech.  Karena itu, ia menyarankan pemerintah untuk segera membuat aturan mengenai hal ini.  Apalagi mengingat, sebenarnya fintech bisa sangat membantu pertumbuhan perbankan. 

"Terbukti, fintech mendorong peningkatan industri perbankan 0,8 persen," ucapnya.

Tak sekadar itu, menurutnya, bank juga bisa terbantu memenuhi aturan penyaluran porsi kredit ke UMKM sebesar 20 persen lewat channeling dengan fintech.

"Banyak bank yang porsi kredit UMKM-nya belum 20 persen. Kalau lewat fintech disalurkan, catatan transaksinya kan sebagai penyaluran perbankan," tutur Bhima. 

Untuk diketahui, Bank sentral lewat PBI no 17/12/PBI/2015 mewajibkan perbankan untuk menyalurkan kredit ke UMKM sebesar minimal 20 persen dari total portfolio kreditnya di 2018. Aturan ini diterbitkan guna menopang pertumbuhan UMKM di Nusantara.

Baca juga: Zahir masuk ke fintech, siap kucurkan hingga Rp100 miliar

Baca juga: Fintech sumbang Rp25,97 triliun terhadap ekonomi Indonesia

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018