• Beranda
  • Berita
  • Gerakan #2019GantiPresiden tak miliki kekuatan pendobrak

Gerakan #2019GantiPresiden tak miliki kekuatan pendobrak

1 September 2018 18:04 WIB
Gerakan #2019GantiPresiden tak miliki kekuatan pendobrak
Arsip Terdakwa Kasus Dugaan Ujaran Kebencian Ahmad Dhani (kedua kiri) berpose saat akan mengikuti sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas kasus ujaran kebencian di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (16/4/2018). Dhani ditetapkan menjadi tersangka atas laporan pendiri BTP Network Jack Lapian karena kicauannya di sosial media Twitter dan dianggap menghasut serta penuh kebencian terhadap pendukung mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Cahaya Purnama alias Ahok. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Maka pada saat yang sama, kekuatan Prabowo semakin melemah di mata ulama."

Kupang (ANTARA News) - Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr. Ahmad Atang, MSi mengatakan, gerakan ganti Presiden 2019 yang dimotori Neno Warisaman dan Ahmad Dhani tidak memiliki kekuatan pendobrak yang luar biasa, sehingga tidak perlu terlalu dirisaukan.

"Gerakan ini tidak perlu dirisaukan karena tidak memiliki kekuatan pendobrak yang luar biasa, karena isu tidak terpola dan gerakan ini telah kehilangan tokohnya," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Sabtu.

Dia mengemukakan hal itu, terkait maraknya aksi kampanye seputar 2019 ganti presiden, dan dampaknya terhadap konstelasi politik pada Pilpres 2019.

Menurut dia, gerakan ini sudah kehilangan tokohnya. Hanya saja, Prabowo Subianto masih merasa bahwa dirinyalah yang akan tampil sebagai simbol politik Islam.

Padahal, simbol politik yang diinginkan oleh ijmah ulama sesungguhnya adalah figur yang harus berlatar belakang santri, bukan nasionalis seperti Prabowo, kata mantan Pembantu Rektor I UMK itu.

Di sini Prabowo dan Gerindra terjebak oleh asumsinya sendiri, karena hingga saat ini belum ada sikap resmi kelompok alumni 212 untuk mendukung Prabowo.

Boleh jadi kata dia, pernyataan Yusril Ihza Mahendra benar bahwa kekuatan politik Islam akan mendukung Joko Widodo pada Pilpres mendatang, karena calon wapresnya adalah seorang ulama.


Politik Aliran

Dia menambahkan, gerakan #2019GantiPresiden sesungguhnya merupakan agenda kekuatan politik aliran, yang dimotori oleh para habib dan kelompok garis keras sejak Pilkada DKI, dan mendapatkan dukungan secara politik oleh PKS dan Gerindra.

Harapan PKS dan Gerindra kata dia, adalah agar kekuatan politik aliran ini harus dimobilisir untuk kepentingan Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.

Namun, dalam perjalanan, PKS dan Gerindra yang menjadi motor penggerak, ternyata memiliki agenda berbeda-berbeda, dimana kekuatan politik aliran menghendaki hadirnya ulama sebagai simbol politik umat dalam Pilpres 2019, ternyata bertepuk sebelah tangan.

Kondisi ini disebabkan karena agenda politik Prabowo Subianto justru memilih Sandiago Uno sebagai pendampingnya dalam kontestasi Pilpres 2019 mendatang.

Sementara Joko Widodo yang selama ini selalu diidentikkan dengan kekuatan nasionalis sekuler, justru memilih Ma'ruf Amin sebagai wakilnya.

"Maka pada saat yang sama, kekuatan Prabowo semakin melemah di mata ulama," katanya.

Atas dasar inilah maka, kekuatan politik oposan tetap menjaga semangat gerakan #2019GantiPresiden yang digagas oleh kelompok politik aliran seolah-olah para ulama masih mendukung Prabowo.

Padahal lanjut dia, fakta menunjukkan bahwa, tidak ada ulama yang terlibat jauh dalam gerakan #2019GantiPresiden yang dimotori oleh Neno Warisman dan Ahmad Dhani, katanya menambahkan.

Baca juga: LSI: Bakal capres Jokowi-Ma'ruf capai "The Magic Number"

Baca juga: LSI: Jokowi-Ma'ruf unggul di enam kategori pemilih muslim

Baca juga: Fadli Zon, Fahri Hamzah dan Kapitra bertemu Ma'ruf Amin di Mekah

Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018