New York (ANTARA News) - Harga minyak mentah sedikit menguat pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), karena infrastruktur energi di kawasan Gulf Coast AS bersiap dilanda Badai Gordon."Dampak badai yang lebih besar cenderung menurunkan aktivitas kilang-kilang di pesisir teluk..."
Tetapi kenaikannya dibatasi oleh penguatan dolar AS dan laporan peningkatan persediaan minyak mentah di pusat pengiriman Cushing, Oklahoma.
Minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Oktober naik tipis tujuh sen, menjadi 69,87 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, setelah sebelumnya mencapai tertinggi sesi 71,40 dolar AS. Pasar AS ditutup pada Senin (3/9) untuk Hari Buruh.
Sementara itu, patokan global, minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober yang diperdagangkan pada Senin (3/9) di London ICE Futures Exchange, berakhir dua sen lebih kuat menjadi menetap di 78,17 per barel, turun dari tertinggi sesi 79,72 dolar AS.
Kedua patokan itu melompat pada awal sesi, karena lebih banyak produsen minyak menarik karyawan mereka keluar dari jalur Badai Tropis Gordon dan menutup sembilan persen produksi minyak dan gas di Teluk Meksiko AS pada Selasa (5/9).
Namun badai itu, diperkirakan akan membuat pendaratan di malam hari sebagai badai kategori 1, bergeser ke arah timur, mengurangi ancamannya ke area produksi utama dan sebagian besar kilang-kilang di kawasan Gulf Coast.
Kawasan Gulf Coast AS merupakan lokasi separuh kapasitas penyulingan AS. Lalu lintas kapal di sepanjang Gulf Coast AS juga di bawah pembatasan jelang Badai Gordon.
Teluk Meksiko adalah rumah bagi 17 persen produksi minyak mentah AS dan lima persen dari produksi gas alam setiap hari, menurut Badan Informasi Energi AS (EIA), seperti dikutip Reuters. Di darat, Gulf Coast berfungsi sebagai pusat pengilangan minyak utama AS.
Namun, harga minyak bergerak lebih rendah karena pelaku pasar melihat pasar sebagai overbought.
"Reaksi awal pagi ini tampak berlebihan karena gangguan terhadap infrastruktur produksi di Teluk Meksiko tidak mungkin untuk mengekstrak sejumlah besar minyak mentah dari pasar," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates, dalam sebuah catatan.
"Dampak badai yang lebih besar cenderung menurunkan aktivitas kilang-kilang di pesisir teluk yang bisa dipengaruhi oleh pemadaman listrik."
Membebani harga minyak, persediaan minyak mentah di Cushing, Oklahoma, naik hampir 754.000 barel dari 24 Agustus hingga Jumat (31/8), kata para pedagang, mengutip laporan dari firma intelijen pasar Genscape.
Indeks dolar AS yang meningkat juga mendorong minyak mentah berjangka lebih rendah. Dolar AS yang lebih kuat membuat minyak yang dihargakan dalam greenback lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Pasar minyak global telah mengetat selama sebulan terakhir, mendorong harga Brent naik lebih dari 10 persen sejak pertengahan Agustus. Investor mengantisipasi berkurangnya pasokan dari Iran karena sanksi-sanksi AS terhadap Teheran mulai diterapkan.
Harry Tchilinguirian, ahli strategi minyak di BNP Paribas, memperingatkan "masalah pasokan" hingga 2019.
"Penurunan ekspor minyak mentah dari Iran karena sanksi-sanksi AS, penurunan produksi di Venezuela dan gangguan produksi di Libya tidak mungkin diimbangi sepenuhnya oleh kenaikan produksi OPEC+," kata Tchilinguirian.
BNP Paribas memperkirakan harga Brent mencapai rata-rata 79 dolar AS pada 2019.
Baca juga: Rupiah melemah, Jonan paparkan strategi pengendalian impor sektor energi
Baca juga: Kementerian ESDM bakal sidak SPBU terkait penggunaan B20
Baca juga: Sandiaga ajak bantu pemerintah atasi pelemahan rupiah
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018