Rumah tahan gempa siap diterapkan di NTB

10 September 2018 15:05 WIB
Rumah tahan gempa siap diterapkan di NTB
Deretan rumah instan sederhana sehat (risha) untuk nelayan di Desa Kedungmalang, Jepara, Jawa Tengah. (ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho)

Bila terjadi gempa besar, maka bangunan bisa saja rusak, tetapi strukturnya tidak roboh, sehingga tidak menimbulkan korban jiwa

Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan kesiapannya menerapkan pembangunan rumah dengan struktur tahan gempa di Nusa Tenggara Barat.

"Penerapan teknologi risha (rumah instan sederhana sehat yang tahan gempa) di 19 lokasi sudah selesai," kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam Rapat Konsultasi Tindak Lanjut Penanganan Gempa Bumi NTB di Gedung Nusantara II DPR, Jakarta, Senin.

Menurut Basuki, pihaknya telah menerjunkan sebanyak 400 insinyur muda CPNS Kementerian PUPR di tiga basecamp yang dilatih di 19 lokasi dalam rangka mendampingi masyarakat membangun rumah dengan struktur tahan gempa.

Menteri PUPR menerangkan, teknologi risha merupakan hasil litbang PUPR, yang bila terjadi gempa besar, maka bangunan bisa saja rusak, tetapi strukturnya tidak roboh, sehingga tidak menimbulkan korban jiwa.

Ia mengungkapkan rumah risha sudah ada yang dibangun di sejumlah titik di NTB pada 2010 dan setelah diperiksa ditemukan bahwa rumah dengan teknologi risha tersebut masih dalam kondisi baik pascagempa.

Selain itu, ujar dia, pihaknya telah berkoordinasi antara lain dengan Kadin untuk membuka sebanyak delapan depot di lima kecamatan untuk penyediaan material bangunan dengan jumlah yang cukup dan tingkat harga yang relatif terjangkau warga.

Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei menyebutkan bahwa total nilai kerusakan di tujuh wilayah NTB diperkirakan mencapai Rp10,1 triliun dan saat ini dibutuhkan dana hingga sekitar Rp8 triliun.

Kepala BNPB menuturkan, upaya yang telah dilakukan antara lain penyelamatan dan evakuasi, serta penanganan pengungsi yang rencananya akan dilakukan sampai pemukiman untuk warga terbangun kembali.

Data lainnya adalah gempa yang terjadi pada periode 29 Agustus-9 September mencapai 2.036 kejadian dengan mengakibatkan korban jiwa sebanyak 564 orang dan korban luka 1.584 orang.

Terkait dengan infrastruktur dilaporkan bahwa ada sebanyak 214 infrastruktur yang terdampak termasuk jembatan, jalan, terminal bus, dan dermaga pelabuhan.

Di bidang pendidikan, 1.194 sekolah mengalami kerusakan, yang 75 persennya adalah sekolah dasar.

Untuk bidang ekonomi, kerusakan yang terjadi juga menimpa antara lain adalah pasar tradisional, sektor pariwisata, pertanian, peternakan, hingga kelautan dan perikanan.

Sedangkan sekitar 40 persen kerusakan itu menimpa jaringan sistem penyediaan air minum (SPAM), instalasi pengolahan air limbah (IPAL), dan juga jaringan irigasi.

Sedangkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengingatkan bahwa ada sejumlah isu terkait dengan rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa, antara lain adalah beberapa kementerian yang belum dicantumkan secara resmi di Inpres No 5/2018.

Selain itu, ujar dia, permasalahan lainnya adalah mengefektifkan mobilisasi dana-dana CSR untuk membantu pemulihan dampak gempa, tertekannya pendapatan asli daerah, hingga msaih adanya data yang dinilai simpang-siur tentang kenyataan di lapangan.

Hal tersebut, lanjutnya, penting untuk dikonfrimasikan karena terkait juga dengan tenggat waktu atau jadwal untuk membantu warga di NTB.

Baca juga: Kementerian PUPR klaim teknologi risha bantu wujudkan sejuta rumah


 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2018