"Dianjurkan, demi kepentingan nasional, ekspor jagung dihentikan total," kata Presiden Peternak Layer Nasional, Ki Musbar Mesdi dalam keterangan yang diterima Antara di Jakarta, Jumat.
Kebijakan Kementerian Pertanian (Kementan) dalam melakukan ekspor jagung dinilai belum didasarkan atas perhitungan yang tepat dalam menjaga ketersediaan kebutuhan dalam negeri.
Pasalnya, hingga saat masih terjadi kekurangan yang disebabkan menurunnya produksi jagung akibat musim kemarau.
Oleh karena itu, diharapkan kepada pemerintah untuk lebih mengutamakan kebutuhan jagung untuk dalam negeri.
Salah satu alasan dilakukannya kebijakan ekspor jagung karena disebutkan terjadi surplus panen. Akan tetapi, validitas data surplus tersebut masih dipertanyakan. Sebab, hal itu tidak sejalan dengan menurunnya harga dan ketersediaan jagung di pasaran.
Menurut Musbar, para peternak unggas dan produsen pakan ternak masih terjerat pada harga jagung yang relatif tinggi. Target dan capaian yang disebutkan oleh Kementan sampai saat ini belum dapat menekan harga jagung.
Disebutkan, tahun ini pemerintah menargetkan untuk menghasilkan jagung sebesar 33 juta ton, naik sekitar 10 juta ton dari tahun 2017. Sementara kebutuhan jagung untuk peternak dan pakan ternak sekitar 9 juta ton per tahun.
"Artinya, kalau kita hanya butuh 9 juta ton, sementara produksi nasional 23 juta ton (tahun 2017), harusnya harga jagung sekitar Rp3 ribuan, tapi ini tidak pernah mencapai angka segitu, diatas Rp 3.700 sampaI Rp 4ribu lebih. Kalau misalnya produksinya berlebih, pasti murah dan mudah," katanya.
Di sisi lain dia menegaskan bahwa keberadaan jagung sangat memberikan efek terhadap keberlangsungan sektor peternakan. "Kelangsungan hidup 1,8 juta peternak unggas nasional dipertaruhkan disini. Kalau tidak ada jagung, ayam tidak bertelor, suplai telor ke pasar kurang," jelas Musbar.
Sementara itu, Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Yeka Hendra Fatika menegaskan bahwa ekspor jagung yang dilakukan Kementerian Pertanian adalah hal yang sudah biasa dan sudah berlangsung bertahun-tahun.
"Kalau bicara ekspor jagung ke Filipina itu kan border trading area, masalahnya sederhana, jagung itu kalau dikirim dari Gorontalo ke Jabotabek jadi mahal, jadi di ekspor ke Filipina, ini sudah berlangsung puluhan tahun namun tidak terekspos, jadi bukan prestasi," ujarnya.
Ia mengatakan, permasalahan jagung muncul ketika kebutuhan jagung dalam negeri untuk pakan ternak yang kurang. "Masalah ketersediaan muncul ketika jagung di Jawa tidak cukup, saran saya kalau pemerintah mau impor, ya impor saja, impor ini bukan hal yang haram, karena ada kebutuhan jagung untuk peternak," tuturnya.
Baca juga: Mentan optimistis ekspor jagung 500.000 ton tercapai
Baca juga: Kementan tularkan empat kunci sukses ekspor jagung
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018