• Beranda
  • Berita
  • Tarif pembangkit listrik sampah tergantung volume

Tarif pembangkit listrik sampah tergantung volume

24 September 2018 00:15 WIB
Tarif pembangkit listrik sampah tergantung volume
Dua warga menimbang sampah plastik yang telah dipilah dari tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (25/7/2018). Pemerintah akan memanfaatkan gas metana yang dihasilkan sampah TPA itu sebagai sumber energi pada pembangkit listrik yang ditargetkan dapat beroperasi pada Oktober 2018. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Jakarta, (ANTARA News) - Tarif jual listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) tergantung dari jumlah volume atau besaran sampah yang dimiliki yang akan menentukan harga.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dihimpun Antara di Jakarta, Minggu, penggunaan formula penentuan tarif listrik PLTSa sebagai pengganti harga patokan untuk energi baru terbarukan (feed in tarif).

Selain tergantung dari jumlah sampah yang dapat diolah, kemampuan Pemda dalam biaya pengelolaan sampah per meter kubik (tipping fee) di daerahnya juga menentukan besaran harga jual listrik dari PLTSa.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan pernah meminta kepada pemerintah daerah (pemda) memberikan kelonggaran pada aturan tipping fee demi mendorong upaya pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).

Tipping fee sendiri adalah biaya yang dikeluarkan sebagai anggaran pemerintah kepada pengelola sampah, berdasarkan jumlah yang dikelola per ton atau satuan volume meter kubik (m3).

Jonan menegaskan bahwa isu sampah kota bukan merupakan isu utama energi, melainkan isu lingkungan.

"Ini bukan isu energi yang dipertanggungjawabkan kepada kami sebagai penanggung jawab sektor. Sampah ini lebih kepada isu daerah, isu lingkungan," tegas Jonan.

Kementerian ESDM, imbuh Jonan, berkontribusi atas pengelolaan sampah pada bagian pengaturan harga jual listrik PLTSa dan menugaskan Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai pembeli listrik.

Atas dasar tersebut, Jonan meminta kepada pemda untuk lebih proaktif dalam mengelola sampah. Apabila berkenan membangun pembangkit listrik berbasis sampah, Jonan berharap pemda setempat memberikan kelonggaran pada aturan tipping fee.

Meski begitu, Jonan tetap mendorong semua kota besar di Indonesia agar iuran pengelolaan sampah dimanfaatkan untuk kelistrikan. "Saya mendorong semua kota besar agar pengelolaan sampah bisa menjadi listrik dengan syarat tipping fee-nya dikasih," ujarnya.

Baca juga: BPPT uji pengolahan sampah proses termal Bantargebang

Baca juga: Investor Inggris ubah sampah jadi energi listrik

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2018