• Beranda
  • Berita
  • Festival Pesta Ulat Sagu Kombay pertama di Papua

Festival Pesta Ulat Sagu Kombay pertama di Papua

28 September 2018 06:22 WIB
Festival Pesta Ulat Sagu Kombay pertama di Papua
Mama Suku Kombay menyiapkan Bungkusan Ulat Sagu dalam Festival Pesta Ulat Sagu di Kampung Uni, Distrik Bomakia, Kabupaten Boven Digoel, Papua, Rabu (26/9). Festival Pesta Ulat Sagu yang digelar Masyarakat Adat Kombay bersama Perkumpulan Silva Papua Lestari menjadi festival ulat sagu pertama di Papua. (ANTARA/Virna P Setyorini)

Ini bentuk kearifan lokal

Merauke, Papua (Antara News) - Masyarakat Hukum Adat Kombay yang memiliki wilayah tersebar di Kabupaten Boven Digoel dan Mappi menggelar Festival Pesta Ulat Sagu yang baru pertama kali dilaksanakan di tanah Papua pada 26-27 September 2018.

“Pesta ulat sagu sesungguhnya merupakan ritual adat rutin yang dilakukan Masyarakat Hukum Adat Kombay. Namun kali ini mereka menggelar ini dalam skala festival yang melibatkan banyak masyarakat adat dari berbagai kampung atau marga,” kata Direktur Perkumpulan Silva Papua Lestari (PSPL) Kristian Ari di Distrik Bomakia, Kabupaten Boven Digoel, Papua, Selasa (25/9).

Kristian mengatakan pesta ulat sagu atau biasa disebut Yame bagi Masyarakat Hukum Adat Kombay merupakan sebuah ritual yang memiliki pesan moral kerja sama dan solidaritas persaudaraan yang tinggi karena melibatkan banyak orang.

Ritual proses keseluruhannya bisa mencapai dua bulan ini digelar sekaligus sebagai rasa syukur kepada Tuhan, leluhur, alam semesta dan sesama orang Kombay.

Sedangkan, menurut Tuan pesta Festival Pesta Ulat Sagu Yambumo Kwanimba, ditemui di lokasi pesta yang terletak di Dusun Weyunggeo, Kampung Uni, Distrik Bomakia, Merauke, Papua, Kamis (27/9), mengatakan tujuan festival ini untuk melindungi hutan mereka yang menjadi tempat pohon-pohon sagu mereka tumbuh dari masuknya perusahaan-perusahaan ke wilayah masyarakat adat mereka.

“Supaya hutan kami tidak hancur, karena hutan kami termasuk kecil. Harapannya festival ini berlanjut tahun berikutnya, karenanya hutannya tetap harus ada, supaya tanaman sagu tetap ada,” kata Yambumo.

Pesta Ulat Sagu, menurut dia, pada awalnya sebenarnya sebuah ritual tidak hanya untuk melindungi hutan, tetapi juga menjaga perdamaian. Berbagai kelompok marga diundang untuk hadir, dan mereka akan damai ketika bersama-sama sudah berada di dalam Bivak yang dibangun khusus untuk pesta ulat sagu. 

Baca juga: Papua berpotensi miliki Hutan Adat terluas di Indonesia

Bupati Boven Digoel yang juga hadir dalam Festival Pesta Ulat Sagu mengatakan pesta ulat sagu biasanya oleh tuan pesta dilaksanakan di atas tanahnya dan mengundang saudara-saudaranya dari kampung lain untuk bersyukur atas berkat, rahmat yang Tuhan berikan pada mereka.

“Ini bentuk kearifan lokal,” ujar dia.

Tuan pesta, lanjutnya, juga biasanya akan meminta dukungan untuk menghadapi berbagai persoalan yang sedang dihadapi masyarakatnya. Dan 29 aspirasi yang disampaikan pada awal dibukanya Festival Pesta Ulat Sagu bagian inti dari pesta ini, meminta semua untuk bisa menyelesaikan  persoalan yang sedang mereka hadapi.

Festival Pesta Ulat Sagu yang pertama kali digelar di tanah Papua ini juga diisi dengan tari-tarian oleh Masyarakat Adat Kombay dan para tamu dari kampung yang diundang. Ada pula pasar tradisional dan galeri peralatan tradisional Masyarakat Hukum Adat Kombay.

Selain dihadiri tamu-tamu dari marga yang lain, Masyarakat Adat Kombay yang menggelar festival ini bersama dengan Perkumpulan Silva Papua Lestari (PSPL) juga dihadiri perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), perwakilan Gubernur Papua, DPRD Boven Digoel, beberapa media massa dan Rainforest Foundation Norway (RFN).

Baca juga: BBKSDA Papua agendakan Festival Cycloop November

Baca juga: Kemendes gelar Festival Perdamaian di Papua


 

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2018